bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Jumat, 02 Desember 2011

Lampung itu dimana ya? (Seandainya saya menjadi anggota DPD RI)



Pernah beberapa teman baru bertanya asal daerah saya. Setelah mendengar asal saya dari Lampung, beberapa merespon dengan berbagai cara dan sebagian besar membuat saya gemas. Soalnya, pada pertanyaan selanjutnya adalah : Lampung itu dimana ya? Lampung itu Pulau Jawa bagian mana ya? Oh, kamu asal Lampung yang di Sulawesi, kan?

Miris sekali Lampung tempat kelahiran yang selalu saya banggakan ini. Sudah cukuplah tidak terkenal, Sudah cukuplah bukan termasuk kota besar di Indonesia, tapi tolong jangan sampai tidak mengenal Lampung, yang merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia.

Saya benar-benar tidak tahu tentang ekonomi Lampung dan seluk beluknya, sehingga saya tidak pernah bisa memikirkannya. Saya juga tidak paham dengan inflasi atau angkatan kerja provinsi lampung. Dan hanya inilah yang bisa saya khawatirkan dan pikirkan. Pariwisata dan Kebudayaan Lampung.



Seandainya saya menjadi anggota DPD RI, saya mungkin sama sekali tidak berwenang mengurusi permasalahan yang saya khawatirkan ini. Tapi saya akan memanfaatkan posisi saya untuk banyak berdiskusi secara informal kepada pihak-pihak terkait tentang masalah ini, dan saling memberi solusi dan saling bertukar permasalahan ketidak’kenal’an Lampung ini.

Sepertinya, pariwisata lampung yang kalah pamor disebabkan sarana dan prasarana transportasi dan keamanan yang jauh dari layak untuk menggaet wisatawan. Boro-boro wisatawan asing, wisatawan dari masyarakat Indonesia sendiri pun masih tidak memilih Lampung sebagai tempat liburan. Jika saja pemerintah bisa lebih memperhatikan dan sangat berniat memperkenalkan Lampung, memasukkan iklan pariwisata lampung di televisi nasional sangat bermanfaat, asal sarana dan prasarana transportasi dan keamanan sudah dibenahi.

Wah, saya jadi punya ide nih. Seandainya saya menjadi anggota DPD RI, saya akan mempertegas UU yang berhubungan dengan penanganan preman dan calo di tempat-tempat yang berhubungan dengan transportasi, misalnya terminal dan stasiun (saya sebagai warga benar-benar tidak nyaman dan takut jika berurusan dengan hal ini. Mereka seram, berani, dan kasar sekali. Saya sempat menyayangkan warga asing yang pernah menginap di salah satu rumah sakit swasta dengan tanpa identitas apapun karena ia adalah korban pembiusan dan perampokan). UU tentang jaminan wisatawan dan investor dari tangan-tangan iseng sejenis preman dan penipu (kalau mustahil diadakan UU ini, saya akan membuatnya ada).

Oh, ya, baru saja ada demo dari para sopir angkot dan bus karena kemunculan trans Lampung. Ya ampun! Menurut saya, hal ini kurang adanya komunikasi ke masyarakat dan sopir, serta koordinasi antara kepentingan masing-masing. Menurut saya, Trans Lampung untuk langkah awal ini adalah ke trayek menuju tempat-tempat wisata yang selama ini sulit terjamah oleh transportasi umum. Setelah itu, baru deh ke trayek-trayek umum jika terdapat kesepakatan dan komunikasi antara pihak angkutan trans lampung dengan pihak angkutan lain.

Nah, jika sarana dan prasarana sudah sip, selanjutnya adalah menjual wisata Lampung melalui iklan. Yah, mengeluarkan dana lebih untuk disiarkan di stasiun tv nasional. Setidaknya acara-acara akbar tahunan Lampung yang diadakan spesial untuk menarik wisatawan. Wah, perfect sekali ya rencana dalam pikiran saya. Walau sepertinya tidak mudah dilaksanakan, tapi akan saya usahakan.

Setelah banyak wisatawan muncul, secara sinergis kebudayaan Lampung juga ikut terekspos dan diminati. Makanan khas, jajanan khas, Tapis Lampung, tarian Lampung. Wah, senangnya jika hal itu benar-benar terwujud. Jika benar terjadi, tidakkah ekonomi Lampung sedikit terbantu? Masyarakat bisa memiliki peluang dengan memanfaatkan kondisi ini? Misal saja menjadi kreatif dengan memproduksi kaos Lampung selayak ‘Dagadu Jogja’. Jaya Lampung !!!

Read More......

Selasa, 29 November 2011

"Akhir"




Apa arti dua belas tahun? Selama apa atau secepat apa bagimu? Apakah angka dua belas tak berarti apa pun bagimu? Apakah disini hanya saya yang menganggap kita terlalu kuat dengan angka sebanyak itu? Sebenarnya saya ingin melontarkan semua pertanyaan itu padanya. Tapi ...

"Apa dia mencintaimu?" tanya saya setelah meneguk cappucino yang hampir dingin.

"tidak tahu, tapi saya mencintainya," jawabnya tenang seperti biasanya. Memang begitulah wataknya, tenang dan kadang tak bisa diterka sikapnya, seperti hari ini, saya tak bisa mengerti dia dengan ketenangannya. Tidakkah dia merasa telah menyakiti saya?

"Apa saya kenal dia?" tanya saya.

"saya rasa tidak. Dia wanita biasa," jawabnya.

"Apa dia lebih muda?"

"Satu tahun lebih muda darimu,"

"Apa dia baik?" tanya saya lagi.

"Dia sama baik denganmu," jawabnya masih tenang.

"Apa dia cantik?"

"Saya rasa, kamu lebih cantik," jawabnya masih tenang sambil menatap saya setelah sekian lama menunduk.

"Baiklah, saya pergi sekarang," pamit saya pada akhirnya sambil bangkit dari kursi kafe.

"Maaf, Ray," katanya cepat sebelum saya meninggalkannya.

Saya mencium wangi tubuh saya didirinya. Saya sudah memahami kebiasaan dan sifatnya. Saya sudah mengenal seluruh keluarga besarnya. Dan sekarang, setelah saya sangat suka cita diminta menemaninya makan, bercerita banyak tentang sepanjang hari ini, menghabiskan semua makan malam hingga sajian dessert, di akhir ia menunjukkan pada saya bahwa yang ia rasa benar-benar cinta. Saya rasa memang cinta jika wanita itu tidak lebih cantik, tidak jauh lebih muda, dan biasa saja sanggup ia cintai seperti itu. Apakah saya harus marah dan menamparnya?

Saya kembali ke meja itu, dia yang masih terduduk disana, bangkit dari kursinya sambil menunggu saya menghampirinya. Saat itu, kami saling bertatapan. Sesampainya, saya langsung menjatuhkan kepala saya di dadanya, menangis, tanpa memeluknya.

"Apa kamu akan meninggalkan saya?" Tanya saya dalam isak.

"Maafkan saya, Ray," jawabnya.

Saya mengangkat kepala saya dari dadanya, lalu berbalik kembali meninggalkannya. Untuk apa kami bertunangan tiga bulan lalu sedangkan ia ingin menikahi wanita yang baru ia pacari selama setahun? Apakah saya harus membuang cincin ini ke dalam kotak sampah atau ke jalan seperti di serial drama? Atau tetap memakainya untuk saya tangisi ketika malam? Sungguh banyak sekali pertanyaan dalam benak saya ini.

***

Ketika tengah menangisinya di dalam selimut, ponsel berdering. Saya berharap itu dari dia dan mengatakan 'April Mop' dibulan November. Bukan panggilan dari dia.

"Kenapa tante?" tanya saya tenang agar Tante Sinta tidak tahu bahwa saya tengah menangis.

"Kamu baik-baik saja, sayang?" Tanya Tante Sinta.

"Apa tante tahu?" Tanya saya agak kaget.

"Hhmm Irvan baru saja mengatakannya pada tente,"

"Apa tante pernah bertemu dengan wanita itu?"

"Belum. Tapi sebenarnya mereka sudah putus 3 bulan lalu,"

"Tante sudah tahu sejak lama?"

"Tapi tante mendukung kamu seutuhnya, keinginannya tidak akan mendapat restu dari siapapun,"

"Dia juga mengatakan ingin menikahi wanita itu?"

"Irvan sudah mengatakan itu padamu?" tanya tante Sinta dengan nada sangat kaget.

Irvan benar-benar mencintai wanita itu, hingga ia berani mengatakan semua pada mamanya. Saya rasa sekarang saya benar-benar tidak memiliki harapan apapun. Saya ingin bangun dari mimpi secepatnya jika ini mimpi.

***

Saya akhirnya mengetahui bagaimana wanita itu. Kurus, pucat, dan tidak memiliki rambut. Betapa merananya wanita itu, duduk diam di atas ranjang besi rumah sakit khusus kanker.

"Kenapa kamu disini?" Tanya Irvan tiba-tiba setelah melihat saya berdiri di luar pintu. Ia tampak sudah kembali sambil membawa segelas cangkir air hangat dan beberapa buah-buahan.

"Saya membuntuti kamu, sama seperti wanita lain yang tersakiti," jawab saya.

"Kamu mau masuk?" Tanya Irvan tenang.

"Tidak," jawab saya. "Saya pulang sekarang," pamit saya kemudian sambil berjalan meninggalkannya.

Apakah karena sakitnya sehingga ia ingin meninggalkan saya dan menikahinya? Rupanya Irvan lebih memilih kehidupan seperti kisah drama sedih. Ia akan merawat kekasihnya dengan penuh cinta sepanjang hari dan menangisinya ketika kekasihnya sudah tertidur. Menemaninya kemoterapi dan mengelap bibirnya ketika kekasihnya muntah. Ia lebih memilih menangis meronta pada Tuhan menjelang akhir kematian kekasihnya. Apakah saya harus berhenti sekarang? Atau menunggu kematian wanita itu dan memintanya kembali kepada saya?

Entah mengapa saya memutuskan kembali kembali ke ruangan itu. Disana, Irvan duduk di atas ranjang tengah mengupas buah jeruk, sementara wanita itu bersandar lemas di bahunya menunggu Irvan menyuapinya. Kisah drama apa ini? Mengesalkan sekali.

"Apakah kamu akan mati? Berapa bulan lagi?" tanya saya setelah mereka berdua menyadari keberadaan saya di ruangan itu.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Irvan masih terduduk disana.

"Saya ingin bertanya padanya," jawab saya cepat.

"Untuk apa kamu bertanya?" Tanya Irvan.

"Saya ingin tahu. Apakah dia akan mati?"

"Apakah kamu Raya?" Tanya wanita itu.

"Berapa bulan lagi kamu mati?" Tanya saya lagi.

Selanjutnya Irvan menarik saya keluar dari ruangan itu, terus berjalan keluar dari rumah sakit.

"Hentikan, Ray," pinta Irvan kemudian setelah kami saling berhadapan.

"Apa saya juga boleh meminta kamu menghentikan keputusan kamu?"

"Kamu menjadi seperti anak kecil jika begini. Kamu tidak seperti biasanya,"

"Apa saya yang salah menjadi seperti ini? Apakah jika saya seperti biasanya kamu tetap akan bersama saya?"

"Pulanglah. Kamu tampak lelah. Apakah kamu menangis setiap hari dan tidak tidur?"

"Apakah kamu harus memperhatikan saya seperti ini? Jangan peduli tentang wajah lelah saya, tentang saya menangis setiap hari dan tidak tidur,"

"Apakah kita harus bertengkar seperti ini? Saya ingin kita bersikap biasa saja,"

"Apakah saya harus membawakan buah untuknya dan menyemangatinya setiap hari? Atau memeluknya sambil menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut?"

"Pulanglah. Kamu terlalu lelah. Kamu harus istirahat,"

"Jangan pedulikan saya," kata saya cepat sambil mulai berjalan meninggalkannya, meninggalkan rumah sakit.

Apakah laki-laki yang telah menyakiti saya masih bisa memperhatikan saya lalu saya menjadi tidak berharap ia kembali pada saya?

***

Irvan menangisi wanita yang tertidur di atas ranjang. Dokter dan beberapa perawat tampak sedang mengelili ranjangnya. Jam 19:00 dokter menyebutkan waktu kematiannya. Berkali-kali ia menciumi tangan wanita itu dan membasahinya dengan air mata.

Saya yang sejak tadi berdiri di luar pintu, akhirnya memberanikan diri menghampirinya perlahan. Saya mengusap-usap lembut punggungnya.

"Apakah kita bisa kembali?" Tanya saya kemudian.

"Tidak. Saya ingin bersamanya walau ia melarang saya dengan keras," jawab Irvan sambil menangis.

Inilah akhirnya setelah pengharapan panjang saya. Jika ia mati bunuh diri, saya juga akan mati bunuh diri.

Sedetik kemudian, musik ending terdengar. Wanita itu bangkit dari tidurnya, bergandengan berjalan ke depan panggung berdiri berjajar bersama saya dan pemain lainnya. Hormat tanda terima kasih kami lontarkan serempak kepada seluruh penonton di gedung pertunjukan ini sambil tersenyum sumringah sekali.

Teater drama cinta dengan judul 'akhir' akhirnya selesai kami mainkan.

:D :D :D
Read More......

Apa yang kamu rasa jika ia mati dihadapanmu dan kamu tidak bisa melakukan apapun untuknya? --- tragis ---


Apa yang kamu rasa jika ia mati di hadapanmu dan kamu tidak bisa melakukan apapun untuknya? Di saat itu, kamu akan merasakan betapa kecil cintamu untuknya ketimbang cintanya untukmu ...

***

"kenapa tiba-tiba ingin belajar berenang?" tanyanya pada saya ketika tengah istirahat di pinggir kolam renang. Saya hanya tersenyum sambil masuk ke dalam kolam renang lalu mengajaknya untuk melanjutkan latihan berenang ini.

Saya mengenalnya pertama kali di sebuah klub renang dekat kampus. Saya mahasiswa tingkat pertama ketika itu. Dan dia alumni di kampus yang sama dengan saya. Lima tahun yang lalu ia mendapat gelar sarjananya. Betapa hebat dia, dia salah seorang pelatih renang di klub ini, disamping profesinya sebagai arsitek bangunan.

***

"karena saya suka lumba-lumba, saya ingin berenang dengannya," jawab saya pada akhirnya ketika tengah menatap aquarium besar dimana di dalamnya terdapat beberapa lumba-lumba yang tengah berenang-renang kesana-kemari.

"saya kaget ketika melihat kamu tadi disana," katanya sambil tersenyum.

"kamu melihatnya? Sangat iri?" tanya saya cepat.

"iri? Haha iya. Saya bahkan belum pernah melakukannya. Saya dikalahkan oleh seorang murid," jawabnya sambil menatap saya. Saya tertawa kecil kemudian.

"setelah itu apa? Kamu sudah memenuhi keinginanmu. Ingin jadi polisi pantai?" tanyanya pada saya. Saya hanya tersenyum sambil kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi akuarium besar yang dijadikan tempat wisata ini.

Di taman akuarium itu kami bertemu kembali, setelah empat tahun tak bertemu. Ketika itu, dia sengaja menunggu saya selama 3 jam untuk menemui saya.

***

Saya melambai-lambaikan tangan saya kepadanya ketika melihatnya tengah berdiri di seberang jalan, menunggu lampu hijau bagi penyeberang jalan. Matanya agak dikernyitkan, lalu kemudian tersenyum ke arah saya, masih sambil mengantongkan kedua tangannya di kantong celana. Hari itu, saya melihatnya 100% seperti pegawai kantoran.

"Ada urusan apa di sekitar sini? Tempat kerja dan rumahmu jauh, kan?" tanyanya setelah menyeberang jalan dan menghampiri saya.

"Mencari sesuatu, dan sudah menemukannya," jawab saya sambil tersenyum lebar.

"Apa itu?" tanyanya.

"Ganti pertanyaannya dengan 'siapa itu' ! Ayo tanya lagi dengan pertanyaan itu," kata saya padanya.

"Mencari saya?" tanyanya agak kaget. Saya mengangguk cepat, berkali-kali, bersemangat sekali. Sedetik dia menatap mata saya, lalu tersenyum sangat lebar.

Sebut saja saya seorang yang spontan dan kekeh. Ketika saya tiba-tiba ingin memakan sesuatu, saya akan mencarinya langsung sampai mendapatkannya walau dengan susah payah. Ketika saya ingin berenang, saya akan mulai berenang hari itu juga. Jika saya ingin bertemu seseorang, saya akan berlari menghampirinya. Hari itu, alasan saya mencarinya untuk pertama kali karena saya menginginkannya.

***

"Saya benar-benar tidak dengan apa yang kita lakukan," katanya sambil kembali membuka gambar-gambar dasar laut yang baru saya tunjukkan padanya.

"karena kita begitu saling mencintai, kan?" jawab saya sambil menikmati gambar-gambar indah itu. Dia tersenyum sambil mencuri cium bibir saya. Saya mengalihkan pandangan saya dari gambar dasar laut ke arah matanya yang jernih.

"Kamu tahu kenapa kenapa kamu bisa jatuh cinta pada saya?" tanya saya tiba-tiba. Dia menggeleng. "Karena takdir," jawab saya.

"apalah," keluhnya cepat setelah mendengar jawaban saya. Saya tertawa kecil.

"kamu masuk klub selam juga?" tanyanya.

"seminggu yang lalu. Saya ingin menyelam di dasar laut ini," jawab saya.

Kesalahan ini tak bisa dihindari. Kami pun menyalahkan diri kami masing-masing. Seharusnya sejak pertemuan di akuarium itu ia memberitahu tentang status pernikahannya. Seharusnya saya ketika itu tidak mencarinya.

***

Ibu datang tiba-tiba ke aparteman saya. Kunjungan singkat, sambil membawa beberapa makanan buatannya sendiri. Hari ini ia ke kota untuk menghadiri pesta pernikahan anak temannya, jadi hanya bisa mampir sebentar mengantarkan makanan-makanan itu. Setelah ibu saya pulang, ia keluar dari dalam kamar dengan lemas.

"Kamu mau pulang sekarang?" tanya saya ketika ia tengah sibuk memakai pakaian kerjanya.

"jangan pakai baju itu lagi. Saya sudah beli yang baru. Biar itu saya cuci dulu," kata saya.

"saya tidak pernah menyuruh kamu membeli itu dan mencuci baju saya," jawabnya agak ketus.

"Kamu kenapa?" tanya saya.

"Kenapa kita begini?" tanyanya tiba-tiba.

"Apa harus saya yang menjawabnya? Apa saya tahu jawabannya?" Saya balik bertanya.

"Sudahlah. Selama ini saya terus berpikir," seperti biasa, akhirnya ia yang menghentikannya setelah ia memulainya. Gejolak seperti ini sering terjadi antara kami selama ini.

"Kalau begitu jangan berpikir lagi. Saya juga sudah muak dengan semuanya," kata saya.

Tiba-tiba ia mengampiri saya lalu menampar pipi saya. "Muak? Apa kamu menganggap selama ini hanya main-main?" marahnya kemudian.

"Pulang saja sana. Kamu selalu punya tujuan pulang. Pada akhirnya kita akan sia-sia juga," kata saya lagi.

"Kita tidak akan bertemu lagi," katanya kesal sambil berjalan ke rak sepatu. Dengan tergesa-gesa ia memakainya.

"Kita jangan pernah bertemu lagi," kata saya sambil masuk ke dalam kamar.

Berkali-kali kami begini, karena kami selalu menyadari kesalahan yang terjadi. Tapi, berkali-kali pula kami tak bisa menolak perasaan rindu. Tapi hari itu adalah benar-benar akhir. Saya dengan rapatnya menyimpan rindu ini.

***

"Sepertinya kamu mau menyelam seharian hari ini," kata Rangga, salah satu teman menyelam satu klub. Saya mengangguk penuh semangat sambil tersenyum.

"Kenapa?" tanya Rangga tiba-tiba ketika tiba-tiba saya berhenti tersenyum. Saya menggeleng sambil memintanya meninggalkan saya menyiapkan perlengkapan saya.

Baru saja saya melihatnya melewati kami berjalan bersama ketua klub. Kami menjadi saling tidak mengenal walau berada dalam satu klub selam ini.

***

Saya mulai menelusuri dasar laut bersama beberapa anggota lain. Sebagian dari mereka di atas kapal yang kami sewa selama seminggu untuk mencapai tempat ini. Tempat yang kami sepakati bersama. Jauh di tengah laut, terdapat sebuah pulau kecil berdiameter 50 meter. Disekitarnya karang-karangnya sangat cantik dan alami. Ikan-ikan cantik tinggal disana. Bahkan beberapa diantaranya ikan langka. Kami menempuhnya selama satu hari satu malam perjalanan.

Tiba-tiba saja tubuh saya seperti dihantam benda besar. Saya terdorong beberapa meter ke belakang. Pandangan menjadi gelap seketika. Beberapa detik kemudian saya melihat kapal yang kami sewa sudah terbalik, mengapung-apung di permukaan. Belasan orang tampak sibuk menyelamatkan diri mereka masing-masing, menggapai permukaan untuk bertemu dengan para oksigen. Saya dengan cepat berenang menghampiri mereka.

"Ada apa?" tanya saya cepat.

"Angin topan baru saja. Langit tiba-tiba hitam begitu," jawab Anggi, sambil berusaha mengapung di permukaan, mencoba tenang.

Kami semua menatap ke depan, dimana ombak besar tampak muncul dari kejauhan bersama deru angin dan ombak yang menakutkan. Tiba-tiba saya tubuh saya sekali lagi seperti dihantam benda besar dan berat. Terdorong lebih jauh dan lebih dahsyat dari sebelumnya.

Ketika itu, saya takut sekali akan mati. Apakah kami semua akan mati? Menurut perkiraan cuaca, akan baik-baik saja melakukan perjalanan dan penyelaman ini. Apa yang sedang terjadi?

***

Menurut ceritanya, ia mencari saya dan berhasil menggenggam tangan saya erat ketika angin kedua muncul mendorong kami. Tinggal kami berdua disini. Ia menemukan goa kecil di sebuah batu dasar laut. Sepertinya kami sudah ada di pinggir laut. Tinggal mencari jalan keluar untuk mencapai atas daratan.

Ketika saya tersadar, ia memeluk saya sambil menangis. Saya merasakan ketakutannya melihat saya mati. Dalam perjalanan sampai ke goa ini, rupanya kami berbagi oksigen pada sebuah tabung selam.

Tak lama kemudian, ia berhasil menemukan jalan keluar. Tepapi harus berenang menelusuri lorong goa yang tergenang air laut, lalu berenang naik. Membutuhkan waktu cukup lama mengingat lorong-lorong itu susah sekali dilewati. Pada akhirnya kami sama-sama bersikeras untuk hidup dan kembali pulang.

Dalam perjalanan susah itu, kami saling bergantian memakai oksigen, dan tak lama kemudian saling menyadari bahwa oksigen ini tidak cukup untuk berdua. Ia memaksa saya menggunakannya, dan ia sendiri akan berusaha sekuat tenaga menahan nafas untuk sampai ke permukaan.

Saya menangis sambil menangguk. Saya benar-benar tidak ingin mati atau melihatnya mati. Dia menyakinkan saya bahwa kami akan hidup dengan cara begini. Bersama, bergerak cepat.

Setelah oksigen itu habis, kami berhasil melewati lorong, tinggal berenang naik ke atas. Saya membuang tabung oksigen, lalu berenang cepat naik ke atas. Sedetik kemudian saya melihat bulatan matahari disana, saya tersenyum dan sekuat tenaga menggapainya. Tapi tiba-tiba ia melepaskan genggamannya. Saya menoleh ke arahnya. Ia tampak kesakitan dan kebingungan dengan nafasnya. Dia sudah tidak kuat. Jelas ia sudah tidak kuat. Tapi sebentar lagi. Sebentar lagi sampai di permukaan. Saya mendekat untuk menolongnya. Ia memberontak menolak permintaan saya. Nafas saya hampir habis kemudian, saya menangis sambil terus berusaha secepatnya naik ke atas.

Berhasil. Saya berhasil bernafas sekarang. Merasakan hangatnya sinar matahari. Dengan cepat saya menyelam lagi mencari sosoknya kemana-mana. Saya menemukannya terapung tenang di tengah ribuan air, diam sambil sesekali bergerak terbawa angin. Saya menangis disana, memandangnya dari kejauhan. Lalu saya kembali ke permukaan lagi, melanjutkan tangis saya.

Apa yang kamu rasa ketika ia mati di hadapanmu dan kamu tidak bisa melakukan apapun untuknya? Disaat itu, kamu akan merasakan betapa kecil cintamu untuknya ketimbang cintanya untukmu ...

(saya selamat dengan merayap mengikuti lingkaran dinding batu sebuah pulau)
Read More......

Bagaimana cinta datang? Bagaimana cinta tumbuh? Bagaimana cinta hilang? --- klasik ---




***Bagaimana cintamu datang? Dari rasa sakit hati? Dari rasa obsesi? Dari pertemuan pertama kali? Atau dari perkenalan dunia maya?

Bagaimana cintamu tumbuh? Melalui perbincangan kecil dalam perjalanan? Dengan berkolega di dunia kerja? Melalui persahabatan? Atau dengan saling memberi perhatian?***

Tapi sebenarnya apa itu cinta? Apakah ia mungkin tumbuh sejak seseorang sangat belia yang menjadikannya cinta pertama dan tumbuh melalui sebuah persahabatan? Jika hal itu mungkin, mungkin saja saya benar mencintai sosok itu. Fajri.

Dia sungguh tak pernah tahu ketika di tingkat 4 sekolah dasar, pertama kalinya teman sebangku saya meledeki saya berpacaran dengannya hanya karena ia salah melihat coretan saya di akhir halaman buku --bapak fajar-- (nama dari ayah saya). Entah bagaimana, teman sebangku saya melihat tulisan itu sebuah kata -- bapak fajri --- (anak baru teman sekelas saya yang baru bergabung hari ini)

"hah? Bapak fajri? Kamu suka bapak fajri?" teriak teman sebangku saya ketika jam istirahat di dalam kelas.

Teman-teman perempuan lain menanggapi, lalu meledeki saya kalau saya menyukai anak baru itu. Kalau dipikir, itu adalah satu-satunya hal konyol dalam hidup siapa pun sehingga tercipta yang namanya cinta pertama.

Sejak saat itu, selama 2 tahun di sekolah dasar, kami selalu diledeki berpacaran oleh teman-teman sekelas.

Saya masih ingat wajah marahnya ketika menghampiri saya sepulang sekolah. Itu pertama kali kami saling bertatap dan berbicara. Seminggu setelah ia bergabung di dalam kelas kami. "kamu jangan suka sama saya, ya,"

"saya tidak suka kamu," jawab saya cepat.

"kamu suka sama saya, karena itu kita diledeki berpacaran," marahnya lagi.

Siapa sangka sejak saat itu, saya menjadi benar-benar menyukainya. Dan tersipu malu jika secara tidak sengaja guru menyuruh saya dan dia mengerjakan soal di papan tulis bersebelahan. Spontan teman-teman akan bercie-ria. Atau teman-teman sekelas membuat saya dan dia maju berdua untuk mengerjakan soal. Yah, begitulah awalnya.

Masuk SMP, entah bagaimana kami menjadi sahabat, tanpa sebab, tanpa mempedulikan ledekan teman-teman Sekolah Dasar. Toh kami sudah memiliki teman baru yang tidak tahu masalah ledekan anak sekolah dasar. Berlanjut hingga SMA. Persahabatan kami diikuti persahabatan kedua ibu kami, kami menjadi lebih dekat.

Hingga suatu saat, Fajri menemukan sosok yang ia sebut cinta pertama. Kania, teman sekelas kami.

***Mungkin cerita cinta saya adalah cerita klasik yang sering di sinetronkan pada layar tv. Tapi, apakah akhirnya si pemeran utama tak pernah menyadari cinta diam sahabatnya hingga akhir episode? Apakah si pemeran utama tetap mencintainya meski ia sudah menikahi cinta pertamanya? Bukankah akhir dari kisah dalam sinetron itu ada tiga? 1) ia akhirnya bersama dengan sahabat yang mencintainya 2) ternyata ada orang lain yang menyukainya sehingga ia bisa melupakan sahabatnya? 3) salah satu dari mereka mati, sehingga Tuhan yang tidak menginginkan mereka bersama.***

Jelas cerita saya ini bukan sinetron yang mementingkan rating.

Tanpa sadar, saya menyebut namanya dalam percakapan apapun, hingga si lawan bicara akan mengernyitkan kening. Entah teman kerja, kolega, sanak saudara, atau percakapan dalam hati. Tanpa sadar, saya selalu melihat wajahnya dalam pandangan sekilas tentang orang-orang yang pernah saya temui, hingga membuat saya melihatnya untuk kedua kali untuk menyadarkan otak saya bahwa ia bukan Fajri. Secara tidak sadar, saya menuliskan namanya pada coretan alat tulis atau keyboard ketika pikiran tengah buntu hendak menulis apa. Selama lima belas tahun sejak perpisahan SMA kami, saya menjadi gila Fajri. Dan saya belum pernah sekalipun tertarik dengan laki-laki lain. Bukankah ini gila Fajri? Penyakit Fajriaseae akut?

Sakit saya tidak bisa disembuhkan dengan kabar pernikahan dengan pacar pertamanya, atau dengan kelahiran putrinya, putri kedua, atau kelahiran anak ketiga. Bahkan sakit saya terasa makin sakit ketika menghadiri momen-momen penting hidup mereka berdua dengan suka-cita. Sesungguhnya saya benar-benar bersuka-cita ketika itu, tapi sakit saya pun masih benar-benar ada.

Hingga suatu hari, saya berlari dari rumah menuju rumah sakit, seperti lupa bagaimana cara naik taxi, cara mengendarai mobil. Ketika sedang menggosok gigi dalam pikiran yang menyebut-nyebut nama Fajri, tentu tanpa sadar, Fajri menangis dalam telepon, terisak setengah mati mengatakan istrinya meninggal dunia di rumah sakit.

Malam itu, seperti tangis saya, saya berlari tanpa henti. Dada saya sesak sekali dan saya mencoba mengutuk Tuhan untuk hal ini.

"dia benci saya selalu menemaninya dan menangisinya ketika ia tidur. Kata terakhirnya adalah ia benci saya mengasihaninya," tangis Fajri setelah saya datang menghampirinya dengan peluh dan air mata yang menjadi satu di wajah. Saya hanya berdiri dihadapannya, menatapnya yang tertunduk lemas dengan air-air mata yang berjatuhan.

Ibu Fajri memeluk saya dari belakang, erat sekali, seperti tengah mencoba menstranfusi kepedihan kepada saya. Saya masih menangis ketika itu, tak tahu harus melakukan apa dan berkata apa. Selama empat bulan ini, Kania melewati terapi kanker rahim yang sudah mencapai stadium IV.

***Bagaimana cinta hilang? Apakah dengan kematian? Perceraian? Atau restu orang tua? Jelas sekali bahwa cinta Fajri hilang karena kematian. Bagaimana cinta saya hilang?***

Sepuluh tahun setelah kematian Kania, Fajri tengah menangisi makam Kania setelah selesai berdoa. Ia memutuskan tidak menikah lagi, dan membesarkan kedua putri dan seorang putra bersama saya.

"Tante Vian, besok kita ke mall ya. Saya ada kencan," bisik Aira, si sulung. Saya mengangguk sambil tersenyum.

"heh, saya ikut!" bisik Almira pada saya setelah mendengar bisikan kakaknya. Saya kembali tersenyum.

"Memang mau kemana, kak?" bisik Vendo pada Almira.

"Ssssttt...!!!" desis Fajri cepat sambil menoleh ke arah kami sambil mengusap-usap air matanya.

***Bagaimana cinta saya hilang? Saya rasa tidak akan hilang. Dan cinta Fajri sesungguhnya tidak pernah hilang***
Read More......

--- Jejak Riana ---




Beberapa langkah baru menutup pintu apartemen, Rania mengagetkan saya dengan datang menghampiri saya, tiba-tiba memeluk pinggang saya, tanpa bicara sepatah kata pun. Awalnya kaget melihat tingkahnya, tapi pada akhirnya saya yang memaksanya untuk melepaskan pelukannya.

"kamu kenapa?" tanya saya setelah saya berhasil memaksa Rania melepaskan pelukannya. Dia hanya menggeleng sambil tersenyum.

"saya mau mandi dulu, gerah," kata saya sambil kembali melangkahkan kaki. Lagi-lagi Rania mengagetkan saya dengan pelukan dari arah belakang. Ia kembali memeluk pinggang saya. Ia menjatuhkan kepalanya di punggung saya. Ia masih terdiam.

"kamu kenapa?" tanya saya lagi. Saya merasakan kepalanya menggeleng.

"saya gerah, saya ingin mandi sekarang. Bisa? Nanti saya juga mau bicara sesuatu sama kamu," kata saya dengan nada agak kesal. Beberapa detik kemudian, saya membuat Rania melepaskan pelukannya. Kemudian tanpa menoleh ke arahnya, saya berjalan masuk ke kamar mandi.

------------------------------------

Saya tengah membaca al-kitab di meja kerja suami saya dahulu ketika ketukan terdengar dari luar kamar. Tanpa rasa penasaran, saya menyuruh si pengetuk pintu masuk ke dalam kamar. Saya memutuskan menyelesaikan bacaan saya, dan menutupnya dengan hati-hati sekali sambil meletakkan kacamata di samping al-kitab dengan tangan yang lain.

"oh, saya mengganggu mama, yyaa? Nanti saja Rania kesini lagi," ucap menantu saya cepat sebelum saya menoleh ke arahnya. Dengan cepat pula saya bangkit menghadapnya sambil mengisyaratkan dengan tangan bahwa ia bisa bicara dengan saya sekarang. Menantu saya duduk di atas ranjang, sementara saya berjalan perlahan menghampirinya. Sebelum ia mulai berbicara, saya meminta ijin untuk meneguk segelas air yang sudah tersedia di meja kecil samping ranjang. Menantu saya hanya tersenyum sambil mempersilakan.

"ada apa?" tanya saya kemudian sambil mengambil tangan kanan yang ia letakkan di atas paha untuk saya usap-usap dengan lembut.

"Mama, terima kasih sudah mengijinkan saya memiliki Mas Tarung," katanya lembut dengan mata berbinar. Tangan kirinya tampak tengah membalas usapan saya. Saya tersenyum mendengarnya. Ini malam pertama ia menginap di rumah saya setelah seminggu yang lalu menikah.

"apa tarung tadi menelepon? Dia sehat?" tanya saya.

"iya, tadi Mas Tarung telepon dari UK. Dia baru sampai dan agak sedikit flu," jawabnya masih dengan berbinar bahagia.

*****

Saya mengajaknya mampir ke toko perlengkapan bayi sepulang dari rumah sakit. Awalnya Rania menolak untuk masuk dan berkali-kali mengatakan apa yang akan saya lakukan 'pamali' menurut orang tua. Saya tak peduli, saya sudah terlanjur sangat senang mendengar si calon bayi sudah berumur 3 minggu. Saya akan membelikan anak saya apa pun yang kelak ia butuhkan. Tak peduli apa jenis kelaminnya, saya akan membelinya dua pasang, bernuansa pink dan biru.

***

Melihat sahabat saya, Rania, saya langsung memeluknya erat sambil menepuk-nepuk lembut punggungnya yang lebih berisi dari biasanya. Baru saja, Kencana, anak laki-laki yang baru ia lahirkan 4 bulan lalu meninggal akibat memiliki kelainan jantung sejak lahir.

"dimana Mas Tarung? Sedari tadi saya tak melihat dia," tanyanya pelan.

"saya juga tidak lihat. Mungkin ia tengah menyiapkan mobil untuk membawa Kencana pulang ke rumah," jawab saya.

"dia pasti lebih sedih dari saya. Dia menghilang untuk menyendiri. Tapi dimana? Nomornya tidak aktif," katanya cepat sambil menghapus air-air matanya yang masih berjatuhan.

Selanjutnya, kami pulang bersama Kencana tanpa keterlibatan Tarung, dia, entah ada dimana.

*****

Empat tahun sudah anak pertama saya berada di pusara ini. Saya berdiri menatap nisan dan fotonya. Hari ini peringatan empat tahun kematian Kencana dan Rania memaksa untuk hadir disini, bersama mama dan Rania, berdoa dan memberikan keperluannya berdasarkan adat orang cina.

Hei, bocah. Semua ini karena kamu. Kamu yang membuat hubungan saya dan Rania menjadi begitu canggung hingga sekarang.


*****

Rania, yang sudah menjadi menantu saya selama delapan tahun duduk di hadapan saya setelah makan malam. Kami saling bertatapan kini masih di ruang makan.

"Mama, terima kasih masih mengijinkan saya memiliki Mas Tarung," katanya pelan masih dengan wajah berbinar seperti tahun-tahun sebelumnya di hari ulang tahun saya. Saya tersenyum sambil mengusap-usap kedua tangannya dengan lembut.

"Ayo besok kita jenguk makam papa, kencana, dan Prabu bersama," ajak saya kemudian. Rania hanya mengangguk sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, ia mendekatkan tubuhnya ke arah saya, lalu memeluk saya dengan lembut. Saya mengusap-usap rambut hitamnya berkali-kali sampai saya puas. Entah mengapa saya lebih mengasihani menantu saya ketimbang anak saya sendiri jika mengingat ia sekali lagi kehilangan putra keduanya yang meninggal di kandungan pada usia 6 bulan hampir satu bulan yang lalu. Bahkan cobaannya lebih berat di hari itu, dokter terpaksa mengangkat rahimnya yang rusak total.

"mama, ijinkan saya pergi. Mas Tarung harus punya anak," bisiknya kemudian. Saya tersentak mendengarnya dan bersikeras menolak. Lihat saja jika Tarung suatu saat menghadap saya untuk meninggalkan Rania dan menikahi perempuan lain, akan saya bunuh dengan tangan saya sendiri.

*****

Seperti minggu-minggu sebelumnya, saya menemani Rania mampir ke rumah sakit pengobatan khusus kanker sepulang dari gereja. Ia setiap minggu menyisihkan uang dari hasil usaha salon ternama yang sudah memiliki 7 cabang di jakarta. Dan 2 cabang di Surabaya.

Disana, ia tak pernah luput dari senyum. Wajahnya sangat sumringah ketika mengobrol dan bercanda dengan para penderita kanker. Saya diam-diam mengagumi hati sahabat saya, Rania.

*****

Saya mengamuk bahkan mengucapkan kata-kata kasar kepadanya ketika ia menyuruh saya menceraikannya dan menikahi sahabatnya. Saya agak tersinggung ternyata ia menganggap sedangkal itu cinta saya. Kami memang sudah saling canggung sejak sepuluh tahun lalu, tapi, cinta saya tak pernah luruh oleh waktu.

Dia menangis ketika itu sambil meminta maaf, lalu pergi meninggalkan rumah dengan koper besarnya.

Saya sangat marah hingga saya tak mempedulikan kepergiannya. Jika tenang nanti, ia pasti akan kembali. Setelah selesai sarapan, saya berangkat ke kantor dengan dada yang sesak sekali. Nanti malam saya harus membicarakan hal ini dengan Rania.

------------------------------------

Setelah mandi dan mengenakan piyama, saya keluar kamar untuk melanjutkan niat saya berbicara serius dengan Rania tentang perceraian ini. Setidaknya ia harus tahu tentang perasaan dan keinginan saya. Dia sama sekali tidak berhak merendahkan cinta saya.

Lama saya berkeliling ke seluruh ruang apartemen mencari sosok Rania, tapi tidak bisa saya temukan. Karena mulai cemas, saya menelepon ponselnya. Nada suara ponsel mengisyaratkan bahwa ponselnya berada di kamar. Saya mengambil ponselnya dan meletakkannya di atas meja ruang tv.

Mungkin saja Rania sedang keluar sebentar membeli sesuatu.

Dalam penantian menunggu kepulangan Rania, tiba-tiba ponsel saya berdering. Nama mama tertera di layarnya.

"Rania di rumah, kan?" tanya mama cepat ketika panggilan baru saja saya angkat.

"di tv ada kecelakaan pesawat tadi siang. Ada nama Rania Marisa Magdalena tercantum di deretan nama korban. Bukan menantu mama, kan?"

"Bukan, ma. Tadi Rania ada di rumah sepulang Tarung kerja,"

"dimana dia sekarang? Mama mau bicara," tanya mama cepat.

"Sedang keluar rumah," jawab saya sambil menyalakan tv untuk melihat berita tersebut.

Pesawat salah satu perusahaan penerbangan ternama dikabarkan menghilang sejak siang tadi. Dan kabar terbaru beberapa detik lalu via phone bahwa bangkai pesawat di temukan tim SAR di tengah hutan pinggir pantai disebuah pulau kecil dekat pulau sulawesi. Pembaca berita mengatakan sekali lagi mereka akan menampilkan daftar nama penumpang pesawat tersebut. Rania Marisa Magdalena tertera disana, di urutan 14.

Saya mulai cemas dan berusaha menghubungi ponsel Rania. Mata saya segera menatap meja ruang tv mengingat tadi saya meletakkannya disana. Tapi tiba-tiba tak ada satu benda pun yang ada di atas meja. Saya mencari-cari ponsel Rania ke setiap sudut ruang tv sambil berusaha menghubungi ponsel Rania yang menjadi tidak aktif. Setiap ditelepon, suara operator terdengar menandakan bahwa nomor Rania sedang tidak aktif.

Masih sambil berusaha menelepon, saya kembali mencari-cari Rania ke tiap sudut apartemen. Selanjutnya, saya berlari keluar menuju bandara hendak mengonfirmasi nama penumpang pesawat tersebut.

Di dalam taksi, saya membuka sebuah sms yang dikirim sekitar jam 10 pagi.

--- I wanna go home, honey, and always love you,"---

Bukankah ini mustahil? Satu jam yang lalu saya melihatnya, bahkan masih merasakan pelukannya.

***

Saya menangis seketika setelah melihat rekaman cctv dimana Rania tengah berjalan hendak naik pesawat yang dikabarkan terjatuh dalam perjalanan.

Rabu, 16 november 2011 - Inspirasi tisu 250 sheet :D
Read More......

--- Jejak Riana ---

Beberapa langkah baru menutup pintu apartemen, Rania mengagetkan saya dengan datang menghampiri saya, tiba-tiba memeluk pinggang saya, tanpa bicara sepatah kata pun. Awalnya kaget melihat tingkahnya, tapi pada akhirnya saya yang memaksanya untuk melepaskan pelukannya.

"kamu kenapa?" tanya saya setelah saya berhasil memaksa Rania melepaskan pelukannya. Dia hanya menggeleng sambil tersenyum.

"saya mau mandi dulu, gerah," kata saya sambil kembali melangkahkan kaki. Lagi-lagi Rania mengagetkan saya dengan pelukan dari arah belakang. Ia kembali memeluk pinggang saya. Ia menjatuhkan kepalanya di punggung saya. Ia masih terdiam.

"kamu kenapa?" tanya saya lagi. Saya merasakan kepalanya menggeleng.

"saya gerah, saya ingin mandi sekarang. Bisa? Nanti saya juga mau bicara sesuatu sama kamu," kata saya dengan nada agak kesal. Beberapa detik kemudian, saya membuat Rania melepaskan pelukannya. Kemudian tanpa menoleh ke arahnya, saya berjalan masuk ke kamar mandi.

------------------------------------

Saya tengah membaca al-kitab di meja kerja suami saya dahulu ketika ketukan terdengar dari luar kamar. Tanpa rasa penasaran, saya menyuruh si pengetuk pintu masuk ke dalam kamar. Saya memutuskan menyelesaikan bacaan saya, dan menutupnya dengan hati-hati sekali sambil meletakkan kacamata di samping al-kitab dengan tangan yang lain.

"oh, saya mengganggu mama, yyaa? Nanti saja Rania kesini lagi," ucap menantu saya cepat sebelum saya menoleh ke arahnya. Dengan cepat pula saya bangkit menghadapnya sambil mengisyaratkan dengan tangan bahwa ia bisa bicara dengan saya sekarang. Menantu saya duduk di atas ranjang, sementara saya berjalan perlahan menghampirinya. Sebelum ia mulai berbicara, saya meminta ijin untuk meneguk segelas air yang sudah tersedia di meja kecil samping ranjang. Menantu saya hanya tersenyum sambil mempersilakan.

"ada apa?" tanya saya kemudian sambil mengambil tangan kanan yang ia letakkan di atas paha untuk saya usap-usap dengan lembut.

"Mama, terima kasih sudah mengijinkan saya memiliki Mas Tarung," katanya lembut dengan mata berbinar. Tangan kirinya tampak tengah membalas usapan saya. Saya tersenyum mendengarnya. Ini malam pertama ia menginap di rumah saya setelah seminggu yang lalu menikah.

"apa tarung tadi menelepon? Dia sehat?" tanya saya.

"iya, tadi Mas Tarung telepon dari UK. Dia baru sampai dan agak sedikit flu," jawabnya masih dengan berbinar bahagia.

*****

Saya mengajaknya mampir ke toko perlengkapan bayi sepulang dari rumah sakit. Awalnya Rania menolak untuk masuk dan berkali-kali mengatakan apa yang akan saya lakukan 'pamali' menurut orang tua. Saya tak peduli, saya sudah terlanjur sangat senang mendengar si calon bayi sudah berumur 3 minggu. Saya akan membelikan anak saya apa pun yang kelak ia butuhkan. Tak peduli apa jenis kelaminnya, saya akan membelinya dua pasang, bernuansa pink dan biru.

***

Melihat sahabat saya, Rania, saya langsung memeluknya erat sambil menepuk-nepuk lembut punggungnya yang lebih berisi dari biasanya. Baru saja, Kencana, anak laki-laki yang baru ia lahirkan 4 bulan lalu meninggal akibat memiliki kelainan jantung sejak lahir.

"dimana Mas Tarung? Sedari tadi saya tak melihat dia," tanyanya pelan.

"saya juga tidak lihat. Mungkin ia tengah menyiapkan mobil untuk membawa Kencana pulang ke rumah," jawab saya.

"dia pasti lebih sedih dari saya. Dia menghilang untuk menyendiri. Tapi dimana? Nomornya tidak aktif," katanya cepat sambil menghapus air-air matanya yang masih berjatuhan.

Selanjutnya, kami pulang bersama Kencana tanpa keterlibatan Tarung, dia, entah ada dimana.

*****

Empat tahun sudah anak pertama saya berada di pusara ini. Saya berdiri menatap nisan dan fotonya. Hari ini peringatan empat tahun kematian Kencana dan Rania memaksa untuk hadir disini, bersama mama dan Rania, berdoa dan memberikan keperluannya berdasarkan adat orang cina.

Hei, bocah. Semua ini karena kamu. Kamu yang membuat hubungan saya dan Rania menjadi begitu canggung hingga sekarang.


*****

Rania, yang sudah menjadi menantu saya selama delapan tahun duduk di hadapan saya setelah makan malam. Kami saling bertatapan kini masih di ruang makan.

"Mama, terima kasih masih mengijinkan saya memiliki Mas Tarung," katanya pelan masih dengan wajah berbinar seperti tahun-tahun sebelumnya di hari ulang tahun saya. Saya tersenyum sambil mengusap-usap kedua tangannya dengan lembut.

"Ayo besok kita jenguk makam papa, kencana, dan Prabu bersama," ajak saya kemudian. Rania hanya mengangguk sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, ia mendekatkan tubuhnya ke arah saya, lalu memeluk saya dengan lembut. Saya mengusap-usap rambut hitamnya berkali-kali sampai saya puas. Entah mengapa saya lebih mengasihani menantu saya ketimbang anak saya sendiri jika mengingat ia sekali lagi kehilangan putra keduanya yang meninggal di kandungan pada usia 6 bulan hampir satu bulan yang lalu. Bahkan cobaannya lebih berat di hari itu, dokter terpaksa mengangkat rahimnya yang rusak total.

"mama, ijinkan saya pergi. Mas Tarung harus punya anak," bisiknya kemudian. Saya tersentak mendengarnya dan bersikeras menolak. Lihat saja jika Tarung suatu saat menghadap saya untuk meninggalkan Rania dan menikahi perempuan lain, akan saya bunuh dengan tangan saya sendiri.

*****

Seperti minggu-minggu sebelumnya, saya menemani Rania mampir ke rumah sakit pengobatan khusus kanker sepulang dari gereja. Ia setiap minggu menyisihkan uang dari hasil usaha salon ternama yang sudah memiliki 7 cabang di jakarta. Dan 2 cabang di Surabaya.

Disana, ia tak pernah luput dari senyum. Wajahnya sangat sumringah ketika mengobrol dan bercanda dengan para penderita kanker. Saya diam-diam mengagumi hati sahabat saya, Rania.

*****

Saya mengamuk bahkan mengucapkan kata-kata kasar kepadanya ketika ia menyuruh saya menceraikannya dan menikahi sahabatnya. Saya agak tersinggung ternyata ia menganggap sedangkal itu cinta saya. Kami memang sudah saling canggung sejak sepuluh tahun lalu, tapi, cinta saya tak pernah luruh oleh waktu.

Dia menangis ketika itu sambil meminta maaf, lalu pergi meninggalkan rumah dengan koper besarnya.

Saya sangat marah hingga saya tak mempedulikan kepergiannya. Jika tenang nanti, ia pasti akan kembali. Setelah selesai sarapan, saya berangkat ke kantor dengan dada yang sesak sekali. Nanti malam saya harus membicarakan hal ini dengan Rania.

------------------------------------

Setelah mandi dan mengenakan piyama, saya keluar kamar untuk melanjutkan niat saya berbicara serius dengan Rania tentang perceraian ini. Setidaknya ia harus tahu tentang perasaan dan keinginan saya. Dia sama sekali tidak berhak merendahkan cinta saya.

Lama saya berkeliling ke seluruh ruang apartemen mencari sosok Rania, tapi tidak bisa saya temukan. Karena mulai cemas, saya menelepon ponselnya. Nada suara ponsel mengisyaratkan bahwa ponselnya berada di kamar. Saya mengambil ponselnya dan meletakkannya di atas meja ruang tv.

Mungkin saja Rania sedang keluar sebentar membeli sesuatu.

Dalam penantian menunggu kepulangan Rania, tiba-tiba ponsel saya berdering. Nama mama tertera di layarnya.

"Rania di rumah, kan?" tanya mama cepat ketika panggilan baru saja saya angkat.

"di tv ada kecelakaan pesawat tadi siang. Ada nama Rania Marisa Magdalena tercantum di deretan nama korban. Bukan menantu mama, kan?"

"Bukan, ma. Tadi Rania ada di rumah sepulang Tarung kerja,"

"dimana dia sekarang? Mama mau bicara," tanya mama cepat.

"Sedang keluar rumah," jawab saya sambil menyalakan tv untuk melihat berita tersebut.

Pesawat salah satu perusahaan penerbangan ternama dikabarkan menghilang sejak siang tadi. Dan kabar terbaru beberapa detik lalu via phone bahwa bangkai pesawat di temukan tim SAR di tengah hutan pinggir pantai disebuah pulau kecil dekat pulau sulawesi. Pembaca berita mengatakan sekali lagi mereka akan menampilkan daftar nama penumpang pesawat tersebut. Rania Marisa Magdalena tertera disana, di urutan 14.

Saya mulai cemas dan berusaha menghubungi ponsel Rania. Mata saya segera menatap meja ruang tv mengingat tadi saya meletakkannya disana. Tapi tiba-tiba tak ada satu benda pun yang ada di atas meja. Saya mencari-cari ponsel Rania ke setiap sudut ruang tv sambil berusaha menghubungi ponsel Rania yang menjadi tidak aktif. Setiap ditelepon, suara operator terdengar menandakan bahwa nomor Rania sedang tidak aktif.

Masih sambil berusaha menelepon, saya kembali mencari-cari Rania ke tiap sudut apartemen. Selanjutnya, saya berlari keluar menuju bandara hendak mengonfirmasi nama penumpang pesawat tersebut.

Di dalam taksi, saya membuka sebuah sms yang dikirim sekitar jam 10 pagi.

--- I wanna go home, honey, and always love you,"---

Bukankah ini mustahil? Satu jam yang lalu saya melihatnya, bahkan masih merasakan pelukannya.

***

Saya menangis seketika setelah melihat rekaman cctv dimana Rania tengah berjalan hendak naik pesawat yang dikabarkan terjatuh dalam perjalanan.

Rabu, 16 november 2011 - Inspirasi tisu 250 sheet :D
Read More......

Short Message Service : Will you let me go? episode 2



H+4
---Kamu dimana? Kamu baik-baik saja?---

---sudah makan?--- Rama at 15:31

---kamu dimana? I’ll call you, accept pls---

Sudah panggilan ke dua puluh delapan sejak kemunculan sms terakhir dari Rama, tapi masih juga tidak dijawab.

---Kamu baik-baik saja?---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58


---Sayang! Jangan main-main ya!---

---will you let me go?--- Rama at 16:04

---who are you? You should Rama. So, where are you?---

Lama tidak ada sms lagi, akhirnya saya menghubungi Karang. Selama ini kami saling memberi kabar tentang perkembangan keberadaan Rama yang sudah menghilang selama empat hari.



H +5
---sudah makan?--- Rama at 15:31

---sayang, kamu hidup, kan? i miss u so much ---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

---i miss you too. call me pls. where are you?

---will you let me go?--- Rama at 16:04



H +6
Sepulang dari kantor pusat provider nomor ponsel Rama, mereka meminta maaf bahwa tidak ada pengiriman sms pada hari itu dari nomor Rama. Mereka meminta maaf bahwa provider sedang mengalami gangguan dan ratusan nomor lain juga mengalami hal yang sama, mengirim kembali secara otomatis, beberapa sms yang pernah terkirim. Mendengar itu, saya dan Karang merasa sangat kecewa.

---sudah makan?--- Rama at 15:31

---sudah. kamu sudah makan?—

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

---i miss u so much much much. saya ingin bertemu kamu---

---will you let me go?--- Rama at 16:04



H+7

Setiap sore saya menunggu sms dari Rama.

---sudah makan?--- Rama at 15:31

---sudah. kamu sudah makan? apa kamu tidak kangen saya?---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

--- i miss you, sayang. Come back please ---

---will you let me go?--- Rama at 16:04



H+8

Polisi menemukan ponsel Rama, ditemukan di semak belukar pinggir laut. Baterenya low menurut Karang, ada banyak panggilan dan sms di ponsel itu. Saya menangis mendengarnya. Saya segera menemui Karang untuk melihat sendiri ponsel Rama. Saya sekedar memastikan dan berharap sangat banyak.

---sudah makan?--- Rama at 15:31

Saya tak berniat membalasnya, saya hanya menatap ponsel Rama yang sedang di charger di ruang tamu keluarga Rama.

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

---will you let me go?--- Rama at 16:04

Spontan saya menangis meraung di ruangan itu, membuat orang-orang yang berada disana kebingungan melihat tingkah saya. Karang segera menghampiri saya dan mengambil ponsel saya. Dia sangat tahu dengan apa yang terjadi.




H +9
---sudah makan?--- Rama at 15:31

---belum. ayo kita makan---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

---kalau kangen, cepet pulang!---

---will you let me go?--- Rama at 16:04

---Rama sudah ditemukan --- Karang 16:06

Saya bergegas keluar dari kantor, tanpa ijin, tanpa permisi, tanpa menitip pesan kepada teman kantor untuk memberitahukan keperluan saya kepada atasan. Saya tidak peduli.




H+10
Setelah pastor membacakan doa didepan makam Rama, air mata saya sudah berhenti mengalir. Beberapa keluarga masih ada yang menangis. Saya berjalan mendekati pusaranya, mengusap fotonya yang super tampan.

“i will let you go, sayang,”

---sudah makan?--- Rama at 15:31

---sudah. jangan khawatir---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

--- miss you too, sayang---

---will you let me go?--- Rama at 16:04

---i will let you go---



H+11

Sore ini tidak ada sms apapun dari Rama.

---Masih belum ada sms?--- Karang at 19:10

---belum---

--- sudah saatnya membiarkan dia pergi--- Karang at 19:14

entahlah. Saya malas membalas sms dari Karang.

---you said that u will let me go. Just do it, please--- Rama at 19: 20

---what a fool!---

---ya. ini memang saya. Saya yakin inilah sms yang ingin Rama kirim untuk kamu--- Rama at 19:27
Read More......

Short Message Service : Will you let me go?


H-2
Saya melempar kertas-kertas HVS dengan kesal. Semuanya bertebaran mengotori hampir tiga perempat kamar kos saya yang terbilang kecil, hanya 3x4 meter luasnya. Saya menjatuhkan diri dengan cepat di atas ranjang kecil saya tanpa mempedulikan printer dan laptop yang masih menyala. Saya berniat membuatnya menyala hingga esok pagi.

***
Seseorang mengetuk pintu kamar saya dari luar sembari memanggil-manggil nama saya. Saya melihat jam waker di rak yang menempel dinding samping pintu, rupanya saya tertidur sudah hampir satu jam sejak kejadian kertas HVS itu. Saya bangkit untuk membuka pintu, masih dengan sempoyongan. Wajar saja saya tertidur, sudah 48 jam saya belum tidur.

“Syukurlah kamu tidak apa-apa,” kata Rama cepat setelah pintu terbuka. Dengan wajah kesal saya kembali berbaring di atas ranjang saya. “Sekarang jam 8 malam, pasti belum makan,” katanya kemudian sambil berjalan ke arah rak piring samping ranjang dan membuat gaduh dengan bunyi denting piring sendok. Sepertinya ia tengah menyiapkan makan untuk saya.

“Saya sedang tidak ingin melihat kamu. Pulanglah,” kata saya denga mata tertutup.

“Oh, belum di print? Bukannya tadi sore ditelepon udah tinggal di print? Kenapa? Kertasnya kurang?” Katanya lagi sambil meletakkan makan malam di atas ranjang, tepat di samping kepala saya. “Makan dulu, ya,”

“Pulanglah. Saya benar-benar tidak ingin melihat kamu!” Kata saya kemudian dengan suara agak meninggi,

“Kenapa?” Tanyanya dengan nada tidak bersalah. Mendengar itu, saya menjadi semakin kesal. “Sini saya yang print. Kamu makan saja,” Katanya kemudian sambil duduk di bangku kerja saya. Tapi tak lama kemudian, ia bergegas pergi meninggalkan kamar kos saya, tanpa berucap apa pun.

Saya tak peduli, saya kembali memejamkan mata. Satu jam kemudian, ada sms masuk di ponsel saya.

---saya tahu, maaf, sayang. saya salah beli kertas HVS. Toko alat tulis sudah tutup. Saya harus ke kota untuk mencarinya. Jangan tunggu saya, biar saya yang print. kamu istirahat saja. jangan lupa makan---Rama at 20:13



H-1

---bagaimana persentasinya?---Rama at 18:23

---sukses. makasih sayang---

---sudah makan?—Rama at 18:27

---belum---

---let’s meet at Ronue Cafe. we will celebrate today---Rama at 18:31

Setelah membaca sms terakhir Rama, saya mempercepat langkah saya menuju halte bus. Jam setengah tujuh malam, seperti biasa, saya baru keluar dari kantor saya. Tapi malam ini sebelum pulang ke kosan, saya hendak makan malam bersama pacar saya yang super baik.



Hari H
Saya membungkus rapi satu steel jas kerja untuk Rama ke dalam kado cantik dan bernuansa coklat muda, warna kesukaannya. Setelah selesai menempelkan sebuah pita di kertas kado, saya meletakkannya dengan hati-hati seolah barang pecah belah ke atas meja, lalu berniat membalas pesan terakhir Rama yang belum sempat saya balas.

---saya sudah makan. kamu?---

---me too. what are you doing?---Rama at 19:15

---baru selesai bungkus kado. what are you doing?---

---siapa yang ulang tahun?---Rama at 19:25

---kita---

---ya ampun! saya lupa acara kita besok. Saya mau naik gunung esok subuh.Lusa saya janji sudah turun­---Rama at 19: 28

---forget it---

Lalu saya mematikan ponsel saya dan menjatuhkan diri di atas ranjang. Beginilah kelakuan saya jika saya kesal, ranjang adalah obat paling mujarab walau hanya sekedar memejamkan mata. Sudah hampir delapan tahun bersama, Rama masih belum juga berubah. Hampir selalu lupa dengan janji yang dibuatnya. Hampir selalu begitu. dari sepuluh janji, mungkin hanya 3 yang berhasil ia tepati. Mungkin Rama punya penyakit dementia akut.

***
Seseorang mengetuk pintu kamar saya dari luar sembari memanggil-manggil nama saya. Saya melihat jam beker di rak yang menempel dinding samping pintu, rupanya saya tertidur sudah hampir setengah jam. Saya mendengar suara Rama di luar kamar dan ketukan pintu yang berulang-ulang.

“Pulanglah, saya tidak ingin melihat kamu!” Teriak saya tanpa bangkit dari ranjang.

“Maya! Lusa saya janji sudah turun. Lusa sama saja, kan?” Teriaknya dari luar.

“Pulanglah, jangan buat tetangga kos saya marah!” Teriak saya lagi.

“Saya tidak jadi naik!” Teriaknya tiba-tiba.

“I’m ok. Pulanglah. Kamu juga pasti sudah rindu setelah tiga tahun tidak naik gunung. Lusa saja kita bertemu,” kata saya akhirnya.

“Saya tidak jadi naik saja. Saya akan cari hari libur kerja lain,”

“Kamu tidak dengar, huh? Lusa saja kita bertemu, setelah kamu turun,”

“Kamu tidak buka pintu? Saya ingin melihat kamu,”

“Saya lelah, ingin tidur. Pulanglah,” kata saya masih dari atas ranjang.

“Ponselnya di aktifkan ya,” Pintanya kemudian.

“Besok akan saya aktifkan,”



H +1
Saya membuka mata ketika cahaya matahari yang masuk melalui jelosi jendela menusuk mata saya. Saya bangkit dari ranjang perlahan-lahan. Aneh. Seluruh badan saya terasa sangat pegal. Saya melihat jam waker dan betapa kaget melihat jarum menunjukkan pukul 9. karena hari ini libur nasional, kantor saya libur, jadi saya sengaja mematikan alarm waker untuk hari ini saja. Dengan lemas saya membuka gorden dan membuka jendela lebar-lebar, menikmati udara pinggir kota ini yang lebih padat dari pemukiman di tengah kota.

Saya berjalan untuk mengambil segelas air sambil mengaktifkan ponsel saya. Tak lama kemudian, setelah meneguk beberapa air putih, ponsel saya mendapat 5 sms masuk.

---don’t be mad. I know it’s all my fault---Rama at 19:35

---saya akan ke kosan kamu---Rama at 19:45

---tolong segera hubungi saya---Rama 20:33

---Setelah dapat sms saya, segera hubungi saya---Karang at 21:34

---Maya, saya dengar Rama kecelakaan. Apa itu benar?---Rasinta at 04:05

Saya segera menghubungi Karang, adik laki-laki Rama.



H +2
Malam itu motornya masuk ke laut. Motor berhasil ditemukan di dasar laut, tapi tubuhnya hingga saat ini masih belum ditemukan. Saya dan keluarganya sangat berharap kisah di sinetron ada dalam hidupnya, dimana Rama, disuatu tempat berhasil diselamatkan orang dan sekarang sedang hilang ingatan, sehingga belum bisa pulang. Saya berkali-kali mencoba menghubungi ponsel Rama. Berdering dan itu satu-satunya harapan saya dan keluarganya. Walau tak satupun panggilan dari saya atau siapapun dijawab olehnya.

---Kamu baik-baik saja? balas sms ini ---



H+3
---Kamu tidak bosan mendapat ratusan sms dari saya? balas sms ini atau setidaknya jawab panggilan saya---



H+4
---Kamu dimana? Kamu baik-baik saja?---

---sudah makan?--- Rama at 15:31

---kamu dimana? I’ll call you, accept pls---

Sudah panggilan ke dua puluh delapan sejak kemunculan sms terakhir dari Rama, tapi masih juga tidak dijawab.

---Kamu baik-baik saja?---

---Ya. I miss you--- Rama at 15:58

---Sayang! Jangan main-main ya!---

Lama tidak ada sms lagi, akhirnya saya menghubungi Karang. Selama ini kami saling memberi kabar tentang perkembangan keberadaan Rama yang sudah menghilang selama empat hari.
Read More......

Lagi-lagi terong !!!




Sejak kemunculan perkedel terong yang pernah saya buat, agaknya mama kesemsem deh sama terong itu. Haduh !!! Lagi-lagi terong tersedia di lemari es. Hari pertama, saya menggunakan satu buah terong untuk menghasilkan satu piring perkedel terong (cara dan bahan seperti note sebelumnya yang pernah saya tulis). Tapi hari kedua? Jelas saya tidak mau lagi makan perkedel terong seperti hari kemarin. Bukankah akan bosan? Seperti waktu itu, saya mulai geledah lemari es dan lemari makan.

Di dalam lemari es :
1. Bumbu lengkap seperti dapur pada umumnya
2. Mangga kweni
3. Banyaaaaak kentang
4. Banyak telur
5. Terong ungu
6. Satu setengah plastik tahu kuning

isi lemari makan :
1. Terigu
2. Tepung bumbu instan
3. Penyedap rasa
4. Minyak makan

apa yang hendak saya buat untuk hari ini? Sambil berpikir, saya mengeluarkan semua bahan yang ada dan alat-alat yang mungkin akan saya gunakan. Bahkan, ketika memblender dua buah terong ungu; menggiling bawang putih, garam, dan merica; serta mengupas beberapa kentang pun masih belum terpikirkan hendak membuat apa. Biarlah ide muncul nanti belakangan, yang penting saya mengerjakan ini dahulu (begitu pikiran aneh saya ketika itu).

Tarararararra !!! Benar kan, ide akan muncul. Saya berencana membuat tahu isi dengan tumisan kentang dan terong. Tumisan ini saya buat seperti tumisan isi risoles loh (tapi bumbunya asal, karena saya belum pernah membuat risoles sebelumnya).

Untuk isi tumisannya, saya mencampurkan kentang yang dipotong dadu kecil dan terong yang sudah dihaluskan bersama bumbu yang juga sudah saya haluskan. Entah karena alasan apa, saya menambahkan sedikit terigu ke dalamnya (tapi sepertinya terigu ini yang membuat terong dan kentang menyatu = sok tau banget dah). Setelah rasanya pas, saya mengolah tahu sebagai pengganti kulit risoles.

Karena saya menginginkan tumisan yang memainkan peran utama, saya akhirnya membuang bagian dalam tahu kuning yang berwarna putih. Menurut saya sebagai orang awam (ini juga sok tau), cara ini digunakan untuk mengurangi rasa tahu. Jadi saya hanya menggunakan kulit tahu kuning.

Langkah selanjutnya, saya memasukkan tumisan itu ke dalam kulit tahu dengan posisi bludak (bahasa jawanya bludak, bahasa indonesianya apa yyyaa?). Pokoknya sampe tumisan keluar-keluar gitu loh ...

Nah, lalu saya goreng seperti tahu isi yang dijual dipasar. Saya mencampurkan sedikit terigu, setengah bungkus tepung bumbu dan air secukupnya. Saya oleskan tahu isi tersebut ke dalam adonan tepung lalu menggorengnya dengan api yang sangat kecil sampai warnanya agak kecoklatan.

Hasilnya? Perfect dah ! Risoles rasa tahu jadinya, ha8 ... Lagi-lagi terong tidak terasa di lidah. Sukses !!!
Tinggal menunggu apa komentar dari orang rumah. Baru mama yang mencicipi, kata mama, enak rasanya !!! Asiiiiiikkkkk :-)

Oh ya, isi tahu bagian dalam yang berwarna putih rencananya akan saya buat sebagai isi pada masakan selanjutnya. Kira2 apa? Kita lihat besok yyyaaaa....

Jadi, bahan yang tidak digunakan adalah telur ! Ho8 ...
Read More......

__ terong berkata : "Look at me!"__




Siapa gak suka terong? Atau bosan dengan variasi masakan terong ungu?

Saya adalah manusia berbentuk perempuan yang tidak suka berbelanja sayur atau bahan-bahan masakan, baik ke pasar, ke warung, ataupun ke supermarket. Alhasil, saya hanya akan ke dapur jika ada bahan makanan di dalam lemari es. Yah, action ini berawal dari kondisi ini.

Suatu pagi menjelang siang, saya hendak menyiapkan makan siang untuk orang rumah. Dan ketika membuka lemari es, disana hanya berisi dua buah terong ungu, cabe, tomat, dan beberapa bumbu lain. Kalau begini, biasanya saya buat sambel terong (dengan bahan itu, saya hanya bisa buat itu, hi8). Tapi, mengingat suatu waktu yang lalu, 3x dalam beberapa minggu tersedia sambal terong di rumah, dan 3x itu masih utuh, tak ada yang memakannya. Beberapa hari yang lalu juga pernah saya iseng bertanya pada adik saya, apakah mau dibuatkan sambal terong? Dengan tegas ia menjawab tidak. Baiklah. Sambal terong masuk dalam black list untuk saat ini. Apa yang harus saya persiapkan?

Langkah kedua adalah mengecek lemari makan, hendak mencari inspirasi untuk membuat apa. Tarararararam pam pam ! Saya melihat ada terigu kemasan merk terkenal dan beberapa bungkus bumbu penyedap instan.

Saya akan membuat terong ungu itu menjadi makanan bukan sambal terong.

Ide selanjutnya muncul ketika melihat alat penghalus, blender. Saya akan memblender terong ungu itu. Setelah mencucinya, saya berniat tidak akan mengupas kulitnya, berharap akan menjadi terong halus yang berwarna ungu. Drurrrrrurururururuururur ! Blender bekerja terhadap terong ungu yang sudah saya potong kecil-kecil. Agak susah awalnya, saya pun bereksperimen menggunakan jenis blender, dan menemukan cara paling ampuh dibanding cara lainnya, menggunakan blender untuk menghaluskan bumbu masak indonesia. Dururuuurururuurururururuururururur ! Bekerja lebih sempurna terhadap terong ungu. Sayang sekali warnanya bukan berwarna ungu, tapi hijau tua. Tidak masalah.

Selanjutnya saya memasukkan semuanya ke dalam sebuah mangkuk, menuangkan terigu secukupnya, dan bumbu instan secukupnya. Sangat lengket, sehingga saya kesusahan ketika mencetaknya untuk di goreng. Gorengan pertama selesai, gorengan selanjutnya, saya sudah memasukkan potongan cabe yang super kecil ke dalamnya, mengingat saya suka sekali makanan pedas. Jadilah !

Eksperimen kedua, dengan cara yang sama, saya menambahkan air, tidak menggunakan bumbu instan tapi menggunakan bumbu perkedel. Hasilnya, jauh dari lengket. Mudah dicetak, dan rasanya lebih mantap. Sayang gak saya foto eksperimen pertama ini, karena hape saya low batere, ho8.

Rasanya enak, kok. Waktu pertama kali mama cicip, mama belum nemu apa bahan utamanya. Pada cicipan kedua, mama bisa tahu kalau itu terbuat dari terong. Kalau papa sama sekali gak bisa nebak itu terbuat dari apa. Kalo adek saya nebaknya pake 'ikan'. Hi8 seneng dengernya.

Pokoknya bakal saya upload kalo besok atau entah kapan buat perkedel terong lagi.

Ada yang berminat? Silahkan mencoba ! ^_^

disarankan menambahkan bahan-bahan lain agar lebih bervariasi dan mencelupkannya ke dalam telur kocok seperti membuat perkedel (pada eksperimen ini, saya tidak menggunakan telur) :D
Read More......

--- Ayo Indonesia Bisa ---



Baru saja mendengar lagu ayo indonesia bisa yang dinyanyikan live oleh dua orang putra putri indonesia di sebuah acara musik stasiun tv ternama. Kalimat itu menjadi sumber inspirasi dari tulisan ini.

Sebelumnya, saya menonton televisi nasional dari negara yang tengah digandrungi banyak orang di indonesia, korea. Apa hubungannya?

Entah hanya di indonesia atau juga di negara-negara asia lainnya (saya sungguh tidak tahu bagaimana di luar indonesia). Saya merasa korea mendadak jadi trend center di dunia hiburan indonesia. Gaya berpakaian, rambut, gaya, genre musik seperti berkiblat dari sama. Saya selalu tersenyum untuk masyarakat muda yang merasa memiliki wajah oriental. Menurut saya, sekarang saatnya mereka bisa menjadi terkenal. Jujur saja, sepengamatan saya, sekarang wajah-wajah itu yang lebih sering ditampilkan (jika bukan fashion yang dimiripkan orang korea, wajah yang mirip bisa menjadi daya tarik juga).

Lalu sebenarnya apa yang ingin saya bahas?

Sekarang bahasa korea, les bahasa korea semakin diminati oleh masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan memasukkan sedikit percakapan korea dalam kehidupan sehari-hari makin sering muncul. Beberapa bahkan sampai mempelajari seluk beluk kebudayaan dan kehidupan masyarakat korea. Berkunjung ke korea sebagai wisatawan yang bisa meningkatkan devisa negara tersebut.

Inilah yang ingin saya bahas. Apa yang seharusnya kita pelajari dari negara korea. Di bidang kebudayaan, Pemerintah korea saat ini sedang giat mempromosikan negaranya untuk menarik wisatawan. Komitmen mereka utuh dan kuat, bersungguh-sungguh dan maksimal. Iklan-iklan cantik tentang tempat wisata, kebudayaan, agama, kota, fashion, makanan. Iklan-iklan itu dibuat sangat cantik, menarik, dan yang paling penting sering diputar di televisi yang disiarkan secara nasional maupun internasional. Sehingga semua masyarakat dengan sendirinya juga mendukung.

Ayo indonesia bisa!

Kita punya bali yang indah, sama seperti jeju yang menjadi kebanggaan dan daya tarik korea. Kita punya berbagai macam jajanan dan makanan khas seperti negara korea. Baju adat kita pun tidak kalah menarik. Seharusnya indonesia juga bisa menjadi dikenal di negara lain dan menjadi tujuan wisata.

Mungkin masyarakat indonesia tertarik dengan korea berawal dari drama-drama cantiknya, atau artis-artisnya. Jika kalian melihat lebih seksama, yang cantik dan cakep itu ya artisnya, seperti di indonesia dan negara-negara lain pada umumnya. Artis indonesia menurut saya tidak kalah menarik dan cantik atau cakep.

So what?

Yuk, mari kita buat sesuatu karya (khusunya para entertain) untuk menampilkan cerita bermutu dan berkualitas. Tidak sekedar rating atau seribu episode sebagai target. (saya menjadi sok tau sekarang)

tidakkah kita bangga jika di negara luar, warga negara asing sedang pamer membicarakan bahwa mereka baru saja dari indonesia dan yang mendengarkan merasa sangat iri. Atau mereka masuk restoran indonesia dengan perasaan seperti kita masuk ke restoran makanan perancis atau jepang (seperti punya nilai tinggi, selain rasa gengsi juga menjadi salah satu alasan). Atau mereka menjadikan indonesia sebagai pilihan utama untuk kuliah di luar negeri. Atau mereka dengan bangga mengenakan batik indonesia ke pesta-pesta dan banyak mata yang memandang mereka dari kelas atas ketika melihat batik yang dikenakan. Bayangkan itu! Betapa sangat bangganya kita jika warga negara asing begitu.

yah, sebenarnya banyak sekali yang ingin saya tulis. Tapi bahasa-bahasa sungguh sulit untuk saya rangkai. Tapi intinya, ayo indonesia bisa! Saya sungguh ingin masyarakat indonesia bersama-sama, beriringan memiliki komitmen yang sama untuk memperkenalkan indonesia ke negara lain, sehingga mereka (warga negara asing) bisa tertarik untuk berwisata ke indonesia, belajar bahasa indonesia, mempelajari kebudayaan indonesia, dan menjadikan masakan indonesia menjadi makanan kelas atas dunia.

Ayo indonesia bisa ! ^^
Read More......

---HUJAN---




Saya membuka gorden lebar-lebar sehingga mata bisa memandang lepas ke luar jendela. Di luar akhirnya hujan, perlahan rintik, selanjutnya menjadi begitu deras seperti ini, hanya dalam hitungan detik saja. Saya mendongak ke arah langit, berusaha mencari matanya di antara pergumulan awan-awan hitam dan titik-titik hujan yang terlalu rapat. Hujan kali ini sepertinya tidak akan saya temukan matanya lagi seperti waktu itu. Ini sudah hujan kedelapan seingat saya dimana saya tidak lagi bisa melihat sepasang mata Baruna.

“Saya sudah sangat rindu,” gumam saya pelan sambil menutup gorden dengan kasar, lalu berbalik membelakangi jendela. Saya meneguk teh hangat dari cangkir melamin yang sedari tadi saya pegang. Sudah dingin rupanya, sehingga saya menjadi tidak berselera lagi untuk meneguknya. Saya berjalan menuju meja kecil samping ranjang saya untuk meletakkan cangkir, lalu menjatuhkan diri di atas ranjang berniat menghangatkan diri. Hujan kali ini lebih dingin dari hujan-hujan biasanya.

______

Saya selalu bisa mengingat sepasang mata sipit dan jernih yang muncul pertama kali ketika hujan waktu itu. Entah sudah beberapa lama yang lalu. Satu tahun yang lalu atau dua tahun yang lalu? atau tiga? Atau empat? ah, otak saya masih tidak bagus dalam mengingat waktu. Mata Baruna muncul di antara awan hitam ketika saya tengah mengamati langit di bagian kanan. Ketika itu ia menemani saya menangisi kepergian Karang, anak pertama kami yang memiliki mata sipit seperti ayahnya. Begitu menyakitkan mengetahui bahwa ia akhirnya pergi setelah satu jam menikmati indahnya bernafas di permukaan bumi. Saya baru diberitahu keesokan harinya, tepat menjelang waktu kremasinya.

Ah, saya menjadi menangis. Merasakan beberapa titik air mata mengalir menuju telinga, saya menghapusnya cepat dan bangkit dari tidur saya, berusaha tersenyum. Saya bisa tersenyum kemudian, tapi dengan cepat teringat tentang Karang lagi. Saya bahkan belum sempat memeluknya, atau mengusap wajahnya, menyentuh wajahnya. Ah, menyesal sekali seharusnya pada hari kremasi, saya tidak berdiri terpaku disampingnya dan hanya memandangi wajahnya. Seharusnya saya memeluknya sebentar, atau menyentuh wajahnya sebentar saja.

“Kau Karang yang malang karena mati muda atau Karang yang bahagia? Seharusnya kau tidak meninggalkan ibumu sendirian disini. Saya yang malang, saya perempuan malang,” kata saya pelan sambil memeluk kedua lutut saya dengan erat. Oh, sebaiknya saya memanggil Baruna agar ia muncul kembali. Hujan kedelapan dimana ia tak muncul lagi. Selanjutnya saya bangkit dari ranjang menuju jendela lagi.

______

“Baruna. Baruna sayang. Saya merindukanmu, ayo lihat saya sekarang dari sana. Dimana kau? Dimana kau?” Kata saya dengan suara agak lantang. Kepala saya mendongak ke segala penjuru langit berharap sepasang mata akan muncul disebuah sudut langit. Hujan kedelapan ia tidak menampakkan matanya lagi. Apakah hujan ini bukan lagi berasal dari kedua matanya? Apakah ada orang lain yang sedang menemani kekasihnya menangisi kehidupan? Dan ia masih mengantri untuk muncul di hujan berikutnya?

Saya kembali menutup gorden dan berjalan menuju ranjang. Sore ini terasa begitu dingin, saya menggigil dan berusaha menyelipkan badan di antara selimut tebal yang baru saya ganti tadi pagi. Tapi dingin masih sangat terasa, bahkan makin lama makin menusuk-nusuk tulang. Rupanya kamar ini bocor, saya sudah basah kuyub.

Tiba-tiba saya merasa seseorang menarik tangan saya untuk bangkit dan menjauh dari ranjang. Tangan saya terasa sangat sakit akibat genggamannya. Saya menoleh ke wajah seseorang yang baru saja menarik saya dengan paksa. Baruna? Baruna, kau Baruna!


***

Saya berlari kecil menuju halte ketika hujan secepat kilat menjadi sangat deras. Halte hanya berisi dua orang pengendara motor yang tengah berteduh, saya yang sedang menunggu bus, dan seorang perempuan dekil yang sering muncul di sekitar halte ini.

Sepanjang mata memandang langit, tak sedikitpun berwarna putih atau biru, semua abu-abu. Melihat langit begitu dan angin kencang yang berlalu-lalang, saya memprediksi hujan ini akan lama. Semoga saja tidak selama saya akan menanti bus pulang.

Saya terdiam bersandar tiang halte, karena semua bangku di halte basah semua. Sambil memainkan tali tas, mata saya lurus menatap ujung jalan, berharap sebuah bus muncul dari sana dan membawa saya segera pulang ke rumah. Ingin rasanya segera membuang keringat dan penat bersama air mandi ke dalam tempat pembuangan air.

“Saya sudah sangat rindu,” suara perempuan dekil tiba-tiba terdengar, membuat saya dan dua orang lain menoleh ke arahnya. Perempuan itu mengangkat salah satu tangannya dan menggerakkannya dengan kasar dan cepat. Lalu berbalik membelakangi jalan. Ia memegang bibir dengan tangan yang lain, lalu berjalan menuju bangku halte. Ia berbaring disana, lalu menangis, lalu tak lama kemudian tersenyum bahagia.

Dua orang yang tengah berteduh itu tersenyum kecil sambil berbisik satu sama lain. Sepertinya mereka berdua sedang membicarakan wanita dekil itu, lalu salah satu dari mereka tertawa lepas sebentar, lalu kembali memperhatikan tingkah perempuan dekil itu.

Menuru orang sekitar, namanya Sarah, sosok perempuan gila yang sama sekali tak diketahui asalnya. Orang sekitar tidak tahu harus memulangkannya kemana, sehingga Sarah dibiarkan berkeliaran di daerah sini. Menurut cerita, sejak kedatangannya, Sarah selalu berbicara pada hujan sambil mendongak ke arah langit. Menangis, tertawa, bahkan bercerita banyak sekali kepada hujan. Saya memang sempat beberapa kali dengan sengaja memperhatikannya ketika suatu kali hujan datang. Hujan seperti panggung tempat ia bermain peran, karena ketika tidak hujan, ia hanya duduk-duduk di salah bangku sudut halte atau berjalan-jalan di area sekitar halte.

Menurut orang sekitar, ia sangat bersedih karena kepergian suaminya pada pernikahan tahun keempat. Anak yang diberikan Tuhan setelah penantian panjang akhirnya juga meninggal satu jam setelah dilahirkan. Itu hanya cerita orang, saya juga tidak terlalu mempercainya karena seperti di awal tadi, Sarah muncul tiba-tiba dan tidak seorang pun tahu asalnya. Bagaimana orang sekitar tahu tentang masalahnya? Apa Sarah pernah curhat kepada salah seorang warga sekitar?

Apapun itu, menurut saya, dia satu-satunya orang gila yang terobsesi pada hujan dan saya menjadi sangat sedih jika melihat Sarah sambil membayangkan penderitaannya. Mungkin saya akan begitu, atau sudah mati bunuh diri. Yah, sepertinya saya perempuan yang lebih lemah dari Sarah.

“Baruna. Baruna sayang. Saya merindukanmu, ayo lihat saya sekarang dari sana. Dimana kau? Dimana kau?” Sarah mengeluarkan kalimat itu dengan agak keras. Rupanya ia sudah bangkit dari bangku halte dan sudah berdiri di pinggir halte lagi sambil mendongak ke arah langit. Sementara suara tawa kecil dari dua orang tadi terdengar. Sepertinya dua orang ini orang baru, dan belum pernah melihat Sarah.

Sarah berjalan menuju jalan, duduk disana, lalu tertidur meringkuh disana. Ia menikmati dingin sambil menggigil kedinginan. Entah mengapa saya berteriak memanggil-manggil namanya agar ia pergi dari sana. Jalanan agak sepi saat ini, tapi hujan yang deras bisa mengaburkan pandangan pengendara. Bagaimana kalau ia tertabrak?

Saya berlari menghampirinya dengan cepat dan mengacuhkan hujan yang mulai mengguyur tubuh. Saya menarik tangannya agar bangkit dan keluar dari jalan itu.

“Baruna! Saya sudah rindu,” katanya sambil memeluk saya setelah sampai di bawah atap halte. Saya mendorongnya cepat agar Sarah menjauh dari saya.
Read More......