bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Selasa, 27 September 2011

hanya kisah saya 13_hujan bulan juni

saya tengah mencoba "trial and error" untuk menghasilkan data yang saya inginkan. SPSS 16.0 lalu microsoft exel lalu SPSS 16.0, lalu exel lagi, begitu terus hingga saya "mabok SPSS" (begitu saya menyebutnya). Sedangkan papa duduk di sofa di depan meja kerja tempat saya mengolah data-data itu.

"ai, beliin papa tolak angin, ai," teriak papa tiba-tiba kepada adik saya yang berada di ruang tv. Adik saya menjawab dengan lemas, mengingatkan saya bahwa ia sedang sakit. Lalu saya mengajukan diri untuk menggantikan adik saya. Papa mengeluarkan uang dan meletakkannya di atas meja.

Hujan kecil turun tiba-tiba, ketika saya baru saja mengambil jaket di kamar. "pa, ujan. Nunggu reda, ya," kata saya.

"di warung yg deket aja, bawa payung. Jadi gak usah naik motor," saran papa, karena saya berniat membelinya di warung yang lebih jauh. Saya tak menghiraukan papa. Saya bertekad kuat ke warung itu saja, naik motor.


Semenit kemudian, hujan berhenti, menyisakan gerimis lembut. Saya berangkat ke warung naik motor. Greng greng greng greng !

Sesampainya di warung, lumayan antri. Saya mendapat antrian ketiga. Tak lama kemudian, tolak angin sudah ada di tangan saya. Saya hendak pulang. Tapi, hujan deras tiba-tiba turun, berkali-kali lipat derasnya dari hujan sebelumnya. Membasahi semuanya, termasuk motor saya. Saya terduduk di bangku depan warung, menatap hujan, air yang mengalir dari jalan menuju halaman warung, dan motor saya yang terpaksa mandi sore.

"wah, hujan ini bakal lama," kata pemilik warung. Saya hanya tersenyum sambil menoleh ke arah langit. Langit sangat hitam, tak menyisakan warna biru sedikitpun. Lalu saya kembali menatap hujan, sekarang tampak menari-nari kian kemari bersama angin. Ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang. Cantik sekali! Saya menjadi semakin cinta hujan. Inilah hujan bulan juni.

Satu dua motor melaju menembus hujan. Ah, iri saya melihat mereka. Saya ingin hujan-hujanan juga.

"mau pulang, dek? Saya pinjami payung, motornya ditinggal aja, nanti papanya suruh ambil," saran pemilik warung.

"gak, om. Nunggu reda aja. Orang rumah lagi pada sakit, takut ikut sakit," jawab saya. Tapi, sedetik kemudian saya berkata dalam hati jika saya ingin menembus hujan saja seperti orang tadi. Hujan-hujanan.

"nunggu reda?" tanya pemilik warung.

"emang bakal lama, ya?" tanya saya sok memastikan. Pemilik warung mengiyakan. Dalam hati saya tersenyum, dan berniat melakukan langkah selanjutnya. "kalo lama, mending pulang sekarang aja," saya sok bergumam, sambil menjulurkan tangan ke depan untuk merasakan hujan melalui telapak tangan saya. Ketika itu, dalam hati saya berkata, hujan, tolong temani saya, teruslah deras sampai lama.

"kan udah keliatan hujan, ngapain di tes pake tangan?" ledek pemilik warung. Saya tersenyum, lalu berlari kecil menuju motor yang diparkir di halaman warung. Menaiki motor, dan melaju menembus hujan dan angin. Wow! Waaaaaaaaaa teriakan saya tidak hanya di dalam hati, saya mengeluarkannya seperti muntahan yang sudah tak tertahankan. Saya membiarkan sensasi kehujanan hingga sampai di depan rumah.

Basah kuyub badan saya, semuanya. Saya turun dari motor, membuka jaket dan menggantungkannya di stang motor, lalu berlari kejalan sambil berteriak 'huuuuuaaa' berkali-kali. Melempar sandal ke teras, lalu berputar-putar di tengah jalan depan rumah. Berlarian kesana-kemari sambil memainkan genangan-genangan air. Merentangkan tangan, menengadahkan wajah untuk menikmati rintikan hujan melalui saraf-saraf pipi, lalu membuka mulut untuk menelan air hujan sebanyak mungkin (saya memilih air hujan yang tidak melewati daun/atap rumah, hanya asli dari langit).

"lily! Nanti kamu sakit!" teriak papa dari dalam rumah. Saya hanya nengir, tak berniat menghentikannya sama sekali.

Setelah itu, kembali berlari kesana-kemari sambil berteriak. Memainkan air yang ada di selokan kecil depan rumah, dimana, airnya penuh dan mengalir deras. Menyiduk airnya dengan kaki dan membuangnya ke atas. Memasukkan daun kering ke air selokan dan berlari mendahului daun menuju hilir. Huuuuuaaaah, senangnya sore ini! Senangnya sore ini! Teriak saya dalam hati.

Tamu tetangga sebelah keluar rumah mengintip saya, tapi tidak saya pedulikan. Anaknya yang kira-kira berusia 6 tahun menatap saya dengan wajah sangat iri, juga tak saya pedulikan. Akhirnya saya hujan-hujanan. Hujan bulan juni.

Sekarang, setelah mandi, dengan kepala berbalut handuk, saya merasakan sakit kepala. Cenat-cenut.

Langit, terima kasih untuk hujannya sore ini. Hujan bulan juni akhirnya membuat saya senang, membuat penat akan data-data tadi terlupakan. Saya senang sekali sore ini.

Langit, terima kasih untuk hujannya!
:D

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)