bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Rabu, 28 September 2011

- SCENES -


Operasi selesai. Setelah Dokter Rizal keluar dari ruang operasi, Dhania dan anggota tim lain membersihkan darah pasien dan peralatan. Hampir satu jam kemudian, Dhania akhirnya bisa kembali ke kamar mess yang letaknya di sudut lorong dekat unit ruang operasi. Dhania bergegas mengambil ponsel dari atas ranjang. 5 panggilan tak terjawab dan 3 pesan masuk. Ia membaca pesan teranyar yang terletak di paling atas inbox message.

-jangan hubungi saya lagi-


Spontan Dhania tersenyum lalu menjatuhkan diri ke atas ranjang dengan lemas. Ia mencoba mengatur nafasnya dan berusaha membawa serta sesak yang tertimbun di dalam dada. Kegiatan itu terhenti oleh panggilan telepon.

Sebelum menutup panggilan, Dhania bergegas keluar kamar menuju ruang UGD. Pasien kecelakaan baru datang. Sesampainya disana, Dhania segera memeriksa kondisi pasien dan dengan cepat memberi pertolongan pertama dibantu beberapa perawat. Tak lama kemudian Dokter Steve datang.

"Dia sesak nafas, dok," lapor Dhania cepat pada Dokter Steve yang tengah memeriksa dengan teliti bagian dada dan perut pasien.

"Panggil Dokter Ibnu! Pasien ini harus segera di operasi karena ada tulang yang menusuk paru-paru," perintah Dokter Steve. Perawat berlari ke telepon yang menempel di dinding pojok UGD.

"Ada keluarganya?" tanya saya cepat pada seorang perawat.

"dia korban tabrak lari, dan tidak ditemukan tanda pengenal apa pun. Warga yang membawanya kesini. Itu disana orangnya," jawab perawat cepat. Mendengar itu, Dhania bergegas menghampiri laki-laki yang duduk di luar pintu UGD.

Setelah berbincang sebentar dengan laki-laki itu, Dhania masuk kembali untuk memberi laporan kepada Dokter Steve bahwa laki-laki itu bersedia menjadi guardian untuk korban sehingga korban bisa segera operasi. Dari kejauhan, tampak Dokter Ibnu berlari kecil hendak menuju UGD.

Setelah memerintahkan untuk menyiapkan ruang operasi, Dokter Ibnu memanggil Dhania dan menunjuknya untuk ikut dalam tim operasi.

"Dokter Dhania baru saja selesai operasi 9 jam bersama Dokter Rizal dan belum tidur selama 42 jam," Dokter Steve bersuara cepat dan dengan cepat memerintahkan perawat untuk memanggil dokter Rian. Seperti berburu dengan waktu, perawat memberi laporan bahwa ruang operasi siap dan pasien segera di dorong menuju ruang operasi di lantai 2. Selanjutnya mereka menghilang begitu pintu lift tertutup.

"Sudah ada kabar dari dokter Baadilah?" Tanya dokter Steve pada Dhania.

"masih belum, dok," jawab Dhania sopan sambil menahan kesal terhadap Baadilah yang menghilang tiba-tiba.

"Kalau besok dia tidak muncul, Dokter baru akan menggantikannya," kata Dokter Steve dengan nada marah. Dhania hanya mengangguk tanda mengerti pada kepela departemen tempat ia ditempatkan selama dua tahun ini sebagai dokter tingkat kedua.

Sebelum berpisah di persimpangan lorong, Dokter Steve memerintahkan Dhania untuk beristirahat.

Dalam perjalanan menuju kamar mess, Dhania teringat betapa sulitnya ketika tidak ada satu dokter di rumah sakit ini. Ia juga kesal pada Baadilah yang menghilang hanya karena sifat sentimentilnya terhadap seorang pasien. Rumah sakit menjadi kalang kabut dan membuat Dokter-dokter tingkat pertama dan kedua bergantian mengerjakan tugas Baadilah. Seharusnya kemarin dan hari ini Dhania beristirahat.

Tak lama kemudian Dhania masuk ke dalam kamar Mess, mengganti pakaian, dan keluar kamar Mess dengan tergesa sambil menyelempangkan tas berukuran sedang. Makin lama, ia makin cepat melangkah hendak meninggalkan rumah sakit.

***

Hanung menarik dengan cepat tangan Dhania agar Dhania berdiri dari duduknya. Ayah dan ibu Hanung tampak kebingungan dengan sikap Hanung.

"Hanung!" Teriak ayah Hanung. Tapi Hanung tak menghiraukannya. Dhania terus ditarik untuk keluar rumah. Selanjutnya mereka berdua berhenti di halaman depan.

"Maaf," Dhania bersuara pelan setelah Hanung melepas cengkramannya.

"Kamu tidak perlu meminta maaf kepada kedua orang tua saya,"

"Hanung, maafkan saya. Kejadian yang saya ceritakan tadi memang begitu keadaannya,"

"seharusnya kamu menghubungi saya,"

"saya benar-benar tidak sempat,"

"Saya bilang jangan temui saya lagi,"

"Hanung, maaf. Kamu tahu saya tidak dengan sengaja tidak datang di hari lamaran, Hanung..."

"saya kesal sekali kamu tidak menghubungi saya!"

"Maaf," kata Dhania lagi sambil menangis pada akhirnya. "tapi perawat jaga sudah memberi kabar ke kamu dan keluarga besar,kan?"

"kamu serius dengan saya, tidak?" Bentak Hanung. Dhania hanya mengangguk masih dengan tangisnya.

"Sekarang kita harus bagaimana?!" Teriak Hanung lagi. Dhania tidak bisa menjawab apa-apa. Ia hanya bisa mengusap air-air matanya yang terus berjatuhan.

"Saya kesal karena kamu yang saya cintai," Hanung mulai sedikit merendahkan nada suaranya.

"Maaf," kata Dhania lagi. Sepertinya hanya kata itu dan air mata yang mampu ia keluarkan sedari tadi.

"berhenti menangis!" perintah Hanung pada Dhania. Seperti tidak menghiraukan perintah Hanung, air matanya masih saja mengalir.

"Berhenti menangis!" Teriak Hanung tiba-tiba. Dhania masih menangis seperti tadi.


Tiba-tiba Hanung memeluk Dhania dengan erat, sambil menepuk-nepuk lembut punggung Dhania. Spontan tangis Dhania menjadi. Dhania menangis meraung-raung seperti anak kecil dalam pelukan Hanung.

"Jangan menangis. Saya tidak bisa melihat kamu menangis begini. Berhentilah,"

"Hua hua hua hua," Dhania makin kencang menangis, membuat Hanung makin erat memeluknya.

"Saya akan membunuh Baadilah setelah ini," celetuk Hanung kemudian. Dhania tertawa sedikit di antara tangisnya. "sudah. Jangan menangis lagi,"

"saya senang kamu memaafkan saya," kata Dhania sambil menangis.

"Kenapa kamu tidak juga berhenti menangis? Saya tidak akan pernah marah sama kamu. Berhentilah menangis,"

"Saya menangis sekarang karena senang," jawab Dhania masih menangis.

"Berhenti menangis!" Teriak Hanung lagi sambil terus mengusap-usap punggung Dhania. Seperti tadi, Dhania masih belum bisa menghentikan tangisnya. Dengan manja Dhania membersihkan air mata dan air hidungnya di sweater Hanung yang wangi.

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)