bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Selasa, 29 November 2011

Bagaimana cinta datang? Bagaimana cinta tumbuh? Bagaimana cinta hilang? --- klasik ---




***Bagaimana cintamu datang? Dari rasa sakit hati? Dari rasa obsesi? Dari pertemuan pertama kali? Atau dari perkenalan dunia maya?

Bagaimana cintamu tumbuh? Melalui perbincangan kecil dalam perjalanan? Dengan berkolega di dunia kerja? Melalui persahabatan? Atau dengan saling memberi perhatian?***


Tapi sebenarnya apa itu cinta? Apakah ia mungkin tumbuh sejak seseorang sangat belia yang menjadikannya cinta pertama dan tumbuh melalui sebuah persahabatan? Jika hal itu mungkin, mungkin saja saya benar mencintai sosok itu. Fajri.

Dia sungguh tak pernah tahu ketika di tingkat 4 sekolah dasar, pertama kalinya teman sebangku saya meledeki saya berpacaran dengannya hanya karena ia salah melihat coretan saya di akhir halaman buku --bapak fajar-- (nama dari ayah saya). Entah bagaimana, teman sebangku saya melihat tulisan itu sebuah kata -- bapak fajri --- (anak baru teman sekelas saya yang baru bergabung hari ini)

"hah? Bapak fajri? Kamu suka bapak fajri?" teriak teman sebangku saya ketika jam istirahat di dalam kelas.

Teman-teman perempuan lain menanggapi, lalu meledeki saya kalau saya menyukai anak baru itu. Kalau dipikir, itu adalah satu-satunya hal konyol dalam hidup siapa pun sehingga tercipta yang namanya cinta pertama.

Sejak saat itu, selama 2 tahun di sekolah dasar, kami selalu diledeki berpacaran oleh teman-teman sekelas.

Saya masih ingat wajah marahnya ketika menghampiri saya sepulang sekolah. Itu pertama kali kami saling bertatap dan berbicara. Seminggu setelah ia bergabung di dalam kelas kami. "kamu jangan suka sama saya, ya,"

"saya tidak suka kamu," jawab saya cepat.

"kamu suka sama saya, karena itu kita diledeki berpacaran," marahnya lagi.

Siapa sangka sejak saat itu, saya menjadi benar-benar menyukainya. Dan tersipu malu jika secara tidak sengaja guru menyuruh saya dan dia mengerjakan soal di papan tulis bersebelahan. Spontan teman-teman akan bercie-ria. Atau teman-teman sekelas membuat saya dan dia maju berdua untuk mengerjakan soal. Yah, begitulah awalnya.

Masuk SMP, entah bagaimana kami menjadi sahabat, tanpa sebab, tanpa mempedulikan ledekan teman-teman Sekolah Dasar. Toh kami sudah memiliki teman baru yang tidak tahu masalah ledekan anak sekolah dasar. Berlanjut hingga SMA. Persahabatan kami diikuti persahabatan kedua ibu kami, kami menjadi lebih dekat.

Hingga suatu saat, Fajri menemukan sosok yang ia sebut cinta pertama. Kania, teman sekelas kami.

***Mungkin cerita cinta saya adalah cerita klasik yang sering di sinetronkan pada layar tv. Tapi, apakah akhirnya si pemeran utama tak pernah menyadari cinta diam sahabatnya hingga akhir episode? Apakah si pemeran utama tetap mencintainya meski ia sudah menikahi cinta pertamanya? Bukankah akhir dari kisah dalam sinetron itu ada tiga? 1) ia akhirnya bersama dengan sahabat yang mencintainya 2) ternyata ada orang lain yang menyukainya sehingga ia bisa melupakan sahabatnya? 3) salah satu dari mereka mati, sehingga Tuhan yang tidak menginginkan mereka bersama.***

Jelas cerita saya ini bukan sinetron yang mementingkan rating.

Tanpa sadar, saya menyebut namanya dalam percakapan apapun, hingga si lawan bicara akan mengernyitkan kening. Entah teman kerja, kolega, sanak saudara, atau percakapan dalam hati. Tanpa sadar, saya selalu melihat wajahnya dalam pandangan sekilas tentang orang-orang yang pernah saya temui, hingga membuat saya melihatnya untuk kedua kali untuk menyadarkan otak saya bahwa ia bukan Fajri. Secara tidak sadar, saya menuliskan namanya pada coretan alat tulis atau keyboard ketika pikiran tengah buntu hendak menulis apa. Selama lima belas tahun sejak perpisahan SMA kami, saya menjadi gila Fajri. Dan saya belum pernah sekalipun tertarik dengan laki-laki lain. Bukankah ini gila Fajri? Penyakit Fajriaseae akut?

Sakit saya tidak bisa disembuhkan dengan kabar pernikahan dengan pacar pertamanya, atau dengan kelahiran putrinya, putri kedua, atau kelahiran anak ketiga. Bahkan sakit saya terasa makin sakit ketika menghadiri momen-momen penting hidup mereka berdua dengan suka-cita. Sesungguhnya saya benar-benar bersuka-cita ketika itu, tapi sakit saya pun masih benar-benar ada.

Hingga suatu hari, saya berlari dari rumah menuju rumah sakit, seperti lupa bagaimana cara naik taxi, cara mengendarai mobil. Ketika sedang menggosok gigi dalam pikiran yang menyebut-nyebut nama Fajri, tentu tanpa sadar, Fajri menangis dalam telepon, terisak setengah mati mengatakan istrinya meninggal dunia di rumah sakit.

Malam itu, seperti tangis saya, saya berlari tanpa henti. Dada saya sesak sekali dan saya mencoba mengutuk Tuhan untuk hal ini.

"dia benci saya selalu menemaninya dan menangisinya ketika ia tidur. Kata terakhirnya adalah ia benci saya mengasihaninya," tangis Fajri setelah saya datang menghampirinya dengan peluh dan air mata yang menjadi satu di wajah. Saya hanya berdiri dihadapannya, menatapnya yang tertunduk lemas dengan air-air mata yang berjatuhan.

Ibu Fajri memeluk saya dari belakang, erat sekali, seperti tengah mencoba menstranfusi kepedihan kepada saya. Saya masih menangis ketika itu, tak tahu harus melakukan apa dan berkata apa. Selama empat bulan ini, Kania melewati terapi kanker rahim yang sudah mencapai stadium IV.

***Bagaimana cinta hilang? Apakah dengan kematian? Perceraian? Atau restu orang tua? Jelas sekali bahwa cinta Fajri hilang karena kematian. Bagaimana cinta saya hilang?***

Sepuluh tahun setelah kematian Kania, Fajri tengah menangisi makam Kania setelah selesai berdoa. Ia memutuskan tidak menikah lagi, dan membesarkan kedua putri dan seorang putra bersama saya.

"Tante Vian, besok kita ke mall ya. Saya ada kencan," bisik Aira, si sulung. Saya mengangguk sambil tersenyum.

"heh, saya ikut!" bisik Almira pada saya setelah mendengar bisikan kakaknya. Saya kembali tersenyum.

"Memang mau kemana, kak?" bisik Vendo pada Almira.

"Ssssttt...!!!" desis Fajri cepat sambil menoleh ke arah kami sambil mengusap-usap air matanya.

***Bagaimana cinta saya hilang? Saya rasa tidak akan hilang. Dan cinta Fajri sesungguhnya tidak pernah hilang***

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)