bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Selasa, 29 November 2011

--- CATATAN HARIAN --- review sedikit





7 Maret 1992
di dalam kelas lukis, saya membuat pemandangan sore.
bukan ide saya, memang, saya mencontek lukisan yang pernah ayah buat.
tapi saya senang karena guru memuji lukisan saya



20 Maret 1992
sebelum ayah tahu tentang kemenangan lukisan saya, saya cerita dulu kepada ayah saya.
takut dia akan kecewa ketika melihat lukisan yang mendapat juara harapan I itu adalah hasil
mencontek dari lukisan ayah.

eh, ayah bilang begini dengan gaya bicaranya yang khas :
"yang menjadi juara itu bukan idenya, tapi cara saya melukis"

saya cinta sama ayah saya.



17 Mei 1992
Waktu sedang bermain dengan danurwenda di teras,
ayah memanggil saya untuk ke ruang tamu.
disana ada seorang teman ayah.
setelah menyapa tamu itu, ayah menyuruh saya duduk di pangkuannya.

ayah bilang : "anak ini pintar melukis seperti saya. kemarin dia juara harapan I tingkat propinsi.
pasti besok akan juara 1 seindonesia. dia akan jadi pelukis terkenal"
hahaaaaa saya senang mendengarnya. saya akan jadi pelukis terkenal!

kemudian ayah memperlihatkan hasil lukisan saya kepada tamu itu
dengan wajah sangat gembira



8 Agustus 1992
dua tangan saya patah. sakit sekali.
saya jadi takut naik sepeda lagi.
sekarang akhirnya sudah bisa menulis lagi, walau sambil kesakitan. yang penting menulis.

saya kan sakit, seharusnya ibu lebih memperhatikan saya.
tapi danurwenda si bocah manja selalu merengek minta diperhatikan juga, huh!
pelit sekali dia, tidak mau berbagi ibu. dia tadi merengek agar ibu hanya menyuapinya saja.
jadi saya ikutan merengek minta disuapi ibu.

hahaa saya menang! danurwenda disuapi ayah.



11 April 1994
sepulang dari rumah sakit, ayah mengajak kami tidur bersama di kamar ayah dan ibu.
tentu saja kami senang!
kasur ayah dan ibu besaaaaar sekali.
semua bercerita banyak sekali.
si bocah manja paling banyak ceritanya. bosan! soalnya film kartun terus yang ia
ceritakan.
saya baru tahu, kalau rumah ini, hasil rancangan ayah dan ibu.

wah, besok launching buku perdana karya ayah dan ibu tentang arsitektur.
saya mau lihat juga launching buku arseitek terkenal di negeri ini.
tapi, ayah bilang, saya harus di rumah bersama bibi dan bocah manja.
yah... sial!
sebenarnya saya sakit apa sih?



24 Juni 1994
sedih harus meninggalkan rumah ini.
tapi, baru saja ayah dan saya menanam pohon mangga di halaman samping rumah.
kata ayah, itu akan menjadi kenangan bahwa saya dan ayah pernah tinggal di rumah ini.
rumah ini akan dijual, kah? ayah tak pernah jawab.



26 Juni 1994
saya dan bocah manja mengubur kotak rahasia di bawah teras.
kalau besar nanti, eh sepuluh tahun lagi,
kami akan kembali dan mengambil isinya.
ini sangat rahasia.


***

Si licik yang sekarang berubah nama menjadi si sakit-sakitan bisa pulang lagi dari rumah sakit. Seminggu ia dirawat di rumah sakit di kota. Selama itu, ibu tak pernah pulang ke rumah. Hanya ayah yang setiap hari tidur di rumah setelah seharian berada di rumah sakit. Saya ditinggal bersama bibi.

"Ibu, kenapa ibu tidak pulang-pulang?" tanya saya setelah si sakit-sakitan berhenti bercerita. Saya bosan, jadi saya mengalihkan pembicaraan dan sedang berusaha menutup mulutnya untuk lebih banyak mengoceh.

"maaf, sayang, Giras tidak bisa ditinggal di rumah sakit sendirian. kamu merindukan ibu?" tanya ibu.

"Iya. memangnya giras sakit apa? Apa panunya ada dimana-mana sampai dia sering pingsan?" tanya saya sambil terkikik geli sendiri. Si sakit-sakitan mendorong tubuh saya menjauh darinya, sampai kepala saya membentur kepala ayah yang sudah terlelap di samping saya.

"Apa yang kamu rasa sekarang, giras? sakit?" tanya ibu tiba-tiba sambil mengusap-usap rambut si sakit-sakitan.

"Tidak merasa sakit sama sekali," jawab si sakit-sakitan.

"Ibu, Danur ingin diusap juga sama ibu," rengak saya pada ibu sambil terduduk di kasur.

"Jangan. Ini ibu saya," teriak si sakit-sakitan mulai licik kembali. Dia langsung memeluk ibu dengan erat, sementara ibu balas memeluknya dengan lembut. Ibu tampak dengan sangat penuh kasih sayang memeluk si licik yang sakit-sakitan itu.

"Ibu!" Rengek saya lagi sambil berbarik mendekat ke kepala si licik. Ibu juga mengusap-usap kepala saya dari jauh tapi si licik masih erat memeluk ibu. Saya kesal melihat tingkahnya. Dasar licik!

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)