bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Senin, 22 Oktober 2012

Elang, Let Me Be With You 14

**14**
http://i.istockimg.com/file_thumbview_approve/184895/2/stock-photo-184895-paper-notebook.jpg

20 Januari 2010
Ia akhirnya benar-benar tertawa terbahak-bahak. Senang sekali melihatnya. Tadi saya menuturkan bahwa hidupnya memiliki kisah unik tentang pindah profesi. Tahun 2000 ia pernah menjadi calon jaksa. Setelah keluar dari rumah sakit dari perawatan kanker setahun kemudian, ia menjadi calon pelukis. Tahun 2005 ia menjadi pelukis. Setelah keluar dari rumah sakit dari kecelakaan taksi sepulangnya dari rencana bisnis di UK tiga bulan kemudian, ia menjadi fotografer. Ketika kecelakaan motor di tahun 2008, setelah keluar dari rumah sakit ia menjadi seorang manajer.
Om Candra menambahkan ketika usianya 16 tahun, ia juga pernah masuk rumah sakit karena jatuh dari lantai dua waktu sedang berkunjung ke rumah Tante Ayu. Setelah keluar dari rumah sakit, dengan tiba-tiba ia meminta pindah profesi dari anak kampung menjadi anak kota dengan melanjutkan sekolah SMA di kota tempat Tante Ayu tinggal.


Memberikan hal yang terbaik ketika kita sedang berlebih adalah hal biasa. Tapi karena cinta tidak biasa, maka ia mampu memberikan hal terbaik meski dalam kekurangan.


--- PINDAH ---

Agustus 2009
Elang berubah menjadi sensitif, mudah marah, dan tidak banyak bicara. Ia berkali-kali absen untuk fisioterapi dan sering menolak untuk mandi ketika perawat yang biasa, datang untuk memandikan Elang. Ia terlihat seperti orang yang tidak terurus. Jenggot dan kumisnya terus memanjang tidak rapi. Padahal biasanya dia selalu rajin untuk menjaga bentuk jenggot dan kumis agar tampak terlihat rapi.
            Tante Mirani datang dari Amsterdam setelah mengetahui penyakit yang diderita Elang. Ia membawa dua koper besar yang ia letakkan di apartemen Elang. Tante Mirani berencana tinggal lama di negeri ini demi menguatkan Elang.
            “Hari ini dia masih nggak mau terapi,” keluh Tante Mirani ketika kami sedang makan malam di kantin. Kami bersama meninggalkan Elang karena Elang meminta kami meninggalkannya sendirian di kamar.
            “Gelisa juga nggak tahu harus bagaimana sekarang,”
            “Ada kabar lagi dari dokter?” Tanya Tante Mirani. Aku menggeleng.
            Esok harinya, Elang mengeluh karena tangan kanannya menjadi susah diangkat lebih tinggi lagi. Ia juga mengeluh karena jari kanannya kurang berfungsi dengan baik. Ia sulit memegang sesuatu yang bentuknya kecil atau tipis seperti sendok, tisu, spidol, dan kertas. Akhir-akhir ini ia banyak menghabiskan bermain game di laptopnya sepanjang hari.
            “Aku bisa makan sendiri,” kata Elang ketika Tante Mirani hendak menyuapi sarapan kepada Elang. Tangan kanan Elang masih seperti kemarin, jadi ia makan menggunakan tangan kirinya.
            Pindah tangan begini, apakah untuk selamanya atau sementara saja? Apakah tanganmu akan membaik nanti?

***

            “Kamu tahu Prakoso adalah senior kamu di SD?” Tanya Elang tiba-tiba ketika aku tengah membacakan novel untuknya. Aku berhenti membaca lalu mengangguk.
            “Ada apa, Lang? Kamu mau bicara apa?” Tanyaku.
            “Dulu aku dan Prakoso pernah berkelahi dan dia menyebutku pencuri. Pencuri cinta pertamanya,”
            Aku ingat Prakoso juga pernah mengatakan kepadaku bahwa dia menyukaiku. Cinta pertamanya? Apa maksud kamu membicarakan masalah ini?
             Elang menceritakan apa yang ia dengar dari Prakoso waktu itu. Dulu ketika SD, Prakoso kelas 5 dan aku kelas 3. Kebetulan jadwal olahraga kelas 5 dan 3 itu pada hari dan jam yang sama. Jadi ketika salah satu guru tidak bisa hadir, maka kedua kelas akan bergabung. Suatu hari ketika jam olahraga di kolam renang, kami berolahraga bersama.
            “Ketika itu kamu dan Prakoso berciuman,”
            Hah? Kami apa? Berciuman? Prakoso mengarang cerita!
            Aku menjadi mengingat sesuatu. Waktu di kolam renang, ada dua orang anak kelas 5 yang sedang bertengkar. Salah satu dari mereka jatuh ke kolam renang setelah ditendang oleh anak yang lain. Kebetulan aku sedang berdiri di pinggir kolam, jadi tersenggol dan ikut terjatuh. Di dalam kolam renang, tidak sengaja bibir kami saling menempel.
            Tapi itu kejadiannya cepat sekali dan bukan sebuah ciuman. Haiss! Kenapa Prakoso bisa mengingat itu sebagai sebuah ciuman? Lagipula aku juga baru tahu kalau anak laki-laki itu adalah Prakoso.
            “Kenapa kamu nggak menyukai Prakoso saja?”
            Kamu pikir aku tidak mau menyukai Prakoso? Dia yang selalu baik kepadaku ketika itu. Aku juga tidak tahu kenapa aku tetap menyukai kamu walau Prakoso pernah bilang menyukaiku.
            “Kenapa hatimu nggak bisa pindah kepada Prakoso?”
            Apa harus kujawab?
            “Aku lanjutkan lagi, ya, novelnya,” kataku mengalihkan pembicaraan.
            “Aku mau tidur,” jawab Elang cepat.
            Tidur? Tidak bisa. Aku akan terus membacakan novel ini sampai kamu marah. Kamu tahu aku sedang marah karena pertanyaanmu barusan? Kamu pikir perkara menyukai dan meninggalkan seseorang itu mudah? Kamu pikir rasa cintaku sekecil itu? Apa itu sebenarnya yang kamu pikirkan tentang aku selama ini? Aku tidak akan berhenti membacakan novel sampai aku tidak marah lagi. Rasakan!

***

Aku menonton film Jepang yang berjudul ‘1 Litre Of Tears’ setelah direkomendasikan oleh teman kantor. Film itu diangkat dari sebuah kisah nyata gadis Jepang bernama Aya yang menderita penyakit Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) atau biasa dikenal dengan Lou-Gehrig. Ceritanya menyedihkan sehingga ketika menonton di kamar tempat Elang dirawat, aku menangis sesenggukan, tapi berusaha tidak membangunkan Elang dan Tante Mirani.
Membayangkan akan lumpuh lalu mati seperti Aya, sungguh tidak mudah. Aku bisa merasakan penderitaan Aya. Apakah Elang nanti akan begitu? Apakah Elang akan lumpuh total suatu hari nanti dan mati? Sekarang aku menjadi mengerti perasaan Elang.
“Kamu sedang apa, Sa?” Tanya Elang yang ternyata terbangun. Aku tidak menjawab. Aku mendekat ke arah Elang lalu memeluknya dengan lembut.
“Aku mengerti apa yang kamu rasakan. Mulai sekarang aku akan menguatkan kamu,” kataku masih sesenggukan.
Sorenya setelah turun dari taksi, aku melihat dokter yang dulu merawat kanker Elang berjalan keluar dari pintu utama rumah sakit. Aku langsung menghampirinya dan menyapa.
“Kamu Gelisa? Wah, masih saja seperti dulu,”
“Dokter juga, masih terlihat cantik,” kataku cepat. “Oh ya, dokter punya kenalan yang dirawat di sini?”
“Elang. Saya baru tahu tentang Elang semalam,”
“Dokter sudah bertemu Elang?”
“Baru saja bertemu,” jawab dokter Arniati. “Oh ya, saya buru-buru mau ke rumah sakit khusus kanker lagi,” pamitnya kemudian.
Setelah melihat Dokter Arniati hingga menghilang dari pandangan, aku berjalan menuju kamar Elang. Aku terkejut karena di sana ia tengah menangis dalam pelukan Tante Mirani.
“Aku ingin sembuh, Mi,” isaknya.
“Kamu bisa sembuh, Nak,”
“Aku benar-benar ingin sembuh,”
“Mami tahu kamu ingin sembuh. Kamu pasti bisa, Nak. Sekali lagi kamu harus bisa menang melawan sakit,”
Sejak malam itu, Elang perlahan bangkit. Ia kembali menjalani fisioterapi. Entah apa yang dikatakan Dokter Arniati ketika itu, tapi kami sangat berterima kasih kepadanya.

***

Satu minggu kemudian, Tante Mirani pulang ke Amsterdam karena kondisi jiwa Elang sudah membaik. Elang, Prakoso, Ramadhan, dan aku yang mengantarkan Tante Mirani ke Bandara menggunakan mobil Prakoso.
“Tante titip Elang, ya,” kata Tante Mirani sebelum masuk pintu departure hall. Kami semua mengangguk sambil tersenyum, sementara Elang cemberut mendengarnya.
“Mami pikir aku anak kecil?”
Kurang dari satu jam kami sudah kembali ke rumah sakit. Ketika itu Elang tidak mau langsung masuk rumah sakit, tapi mengajak kami berjalan sebentar di parkiran rumah sakit.
            Mau apa dia? Kenapa kemari?
Elang memberikan sebuah kunci mobil kepadaku lalu menunjuk salah satu mobil yang diparkir di sana.
Apa ini? Hah, apa kamu membeli mobil? Wah, senangnya!
“Itu mobil kamu?” Tanyaku. Elang mengangguk.
Dengan bantuan Prakoso, Elang menjual motor dan membeli mobil baru. Tanpa basa-basi, aku mengajak Elang jalan-jalan menggunakan mobil baru. Elang menaiki mobil dengan ditopang oleh Prakoso dan Ramadhan. Lalu selanjutnya kami berdua jalan-jalan sebentar menggunakan mobil itu, aku yang menyetir. Prakoso dan Ramadhan kami tinggal di rumah sakit.
“Kenapa tiba-tiba jadi ingin beli mobil?”
“Aku Nggak tahu,”
Tidak tahu?
“Kamu nggak menyesal? Kamu sangat menyukai motor itu. Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan rela membiarkan motor itu pindah tangan ke orang lain,”
            “Aku melakukannya karena aku ingin. Kamu ingat janjiku pada diriku sendiri?”
            Untuk membahagiakan dirimu sendiri sebelum kamu mati? Dan melakukan apa yang ingin kamu lakukan serta menikmatinya? Ya, aku masih ingat. Itu janjimu pada dirimu sendiri.
“Aku ingin membahagiakanmu dengan melakukan apa yang kamu inginkan. Dan aku berjanji nggak akan pergi sampai kamu yang melepaskanku,”
Kamu ingin membahagiakanku dan tidak akan pergi sampai aku melepasmu? Wah, kamu sudah kembali seperti dulu, Lang. Aku senang mendengarnya. Baiklah, aku berjanji, aku juga akan melakukan apapun yang kamu inginkan dan tidak akan pernah melepasmu.
“Sa, lampu merah!” Teriak Elang tiba-tiba sehingga aku mengerem mendadak.
Aku melamun!
“Kalau menyetir jangan melamun!”
“Aku harus protes kepada polisi karena lampu lalu lintas di sini sering rusak. Tiba-tiba merah setelah hijau tanpa warna kuning dahulu,”
“Kamu pintar sekali mencari alasan,”
“Ini bukan alasan. Aku sering lewat jalan ini dan lampunya memang sering rusak begitu,”
“Tapi tadi lampunya kuning dahulu,”
“Ah, cerewet,” umpatku.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Baccarat: Learn how to play the card game with the dealer
In the game, you deccasino play septcasino the dealer's hand and the hand is dealt face down and you'll be dealt with a hand that's 52 (or 52), 바카라 사이트 with the goal

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)