bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 09 Juli 2011

LOKER NOMOR 7 _ BAGIAN final

cerita yang lalu ...

Raras dan Karang berencana menemui Laras. Dengan membolos kelas Renang dan kelas Paduan suara, di hari Sabtu, Raras dan Karang bersama menemui Laras. Tapi betapa terkejutnya mereka karena Laras sudah pindah dari rumah. Mereka bersusah payah mencari alamat rumah Laras dengan harus menemui beberapa rumah. Akhirnya tiba pada sebuah rumah yang menurut keterangan oomnya Laras, itu adalah rumah yang mereka cari. Tapi, rumah itu juga kosong.

***
29 januari 2004, Kamis
12:00

Laras kembali membayangkan apa yang akan terjadi pada pertemuannya besok Jumat. Laras sudah memastikan suratnya benar-benar Karang baca, dan menuliskannya dengan kata-kata yang bisa membuat Karang penasaran.


***
29 Januari 2010, Sabtu
13.20

Raras dan Karang masuk perlahan ke sebuah butik yang tak jauh dari rumah Tante Maria, mama Laras, setelah mereka menyempatkan makan siang. Seorang pelayan menghampiri Raras dan Karang dengan sangat sopan dan ramah.

“Ada yang bisa dibantu?” Tanya pelayan itu.

“Tante maria disini?” Tanya Raras.

“Belum pulang dari makan siang,” jawab pelayan itu. “Mau menunggu?” Tanyanya masih ramah dan sopan. Raras dan Karang mengangguk secara bersamaan sambil mengamati berbagai pakaian yang ada di dalam butik.

“Oh, itu ibu Maria,” Kata pelayan tiba-tiba setelah beberapa detik menyuruh mereka duduk di sofa dekat pintu masuk sambil menunjuk perempuan setengah baya yang cantik sedang berusaha menyeberang jalan dengan menenteng sebuah tas kulit mungil berwarna coklat muda. Raras dan Karang dengan cepat menoleh ke arah perempuan yang ditunjuk pelayan toko.

“Siang, tante,” sapa Karang ketika Tante Maria baru saja masuk ke dalam butik.

***
13:40

“Tujuh tahun yang lalu,” jawab Tante Maria masih dengan wajah sedih. Kaki Raras masih lemas ketika mendengar apa yang dikatakan Tante Maria. Raras masih terus menatap Tante Maria yang duduk di seberang meja kerjanya. Sambil memberikan album foto yang berada di dalam ruang kerja Tante Laras, ia mempersilakan sekali lagi teh yang tersedia di hadapan Raras dan Karang.

“Ini foto waktu Laras koma,” kata Raras pelan setelah membuka album foto. “Laras seperti selama empat bulan?” Tanya Raras sambil akhirnya menangis. Raras mengusap-usap permukaan foto itu.

“Oh, ya. Bagaimana kalian kenal Laras?”Tanya Tante Maria. “Saya jadi ingat beberapa bulan sebelum kecelakaan, ia pernah menelepon saya dan bertanya apakah dia sudah mati,”

“Susah dijelaskan, tante. Tapi saya sudah merasa dekat sekali dengan Laras,” jawab Raras. Mendengar jawaban Raras, Tante Maria mengernyitkan keningnya, tapi ia hanya diam sambil mengamati Raras.

“Makamnya dimana, tante?” Tanya Karang.

“Kenapa Laras kecelakaan?” Tanya Raras cepat sebelum Tante menjawab pertanyaan Karang.

“Menurut orang-orang, Laras tertabrak mobil waktu menyebrang jalan,” jawab Tante Maria. “Sore itu saya belum sempat memarahi Laras karena ia membolos lagi di hari Sabtu minggu sebelumnya. Tepat di depan lapangan baseball,” lanjut Tante maria.

“Lapangan baseball?” Tanya Karang. Ia ingat ia dulu ikut baseball ketika SMA.

“Kapan, tante?” Tanya Raras.

“Tahun 2004, sekitar bulan Januari,” jawab Tante Maria. Mendengar itu, Raras tersentak dan langsung berlari keluar kantor Tante Maria tanpa sempat berpamitan. Melihat itu, Karang bingung dan segera menyusul Raras setelah berpamitan dengan cepat pada Tante Maria. Ketika sampai di luar butik, Karang tak menemukan Raras di tempat parkir, sehingga karang berlari ke pinggir jalan.

“Raras!” Panggil Karang setelah melihat Raras tengah berlari seperti orang kebingungan menjauh dari butik. Karang mengejarnya.

“Laras mati besok,” kata Raras sambil menangis ketika Karang menarik pundak Raras untuk menyingkir ke pinggir jalan raya. “Dia janjian sama kamu di lapangan baseball besok. Kita ke sekolah sekarang. Kita harus menghentikan Laras sekarang,”


***
16:15

Raras masih menunggu di depan loker nomor 7 sambil menangis. Beberapa kali Raras mengecek isi loker, tapi surat peringatan Raras masih ada di dalam loker itu. Raras menutup kembali pintu loker dan membukanya lagi, tapi, masih belum ada balasan.

“Laras!” Teriak Raras ke dalam loker nomor 7 berharap mendengar jawaban Laras setelah itu. Tak ada reaksi apa pun yang diberikan loker nomor 7 sehingga membuat tangis Raras makin menjadi-jadi. Raras meletakkan kepalanya ke dalam loker nomor 7 karena lemas, ia bersandar sejenak dan berpikir cara apa yang bisa ia lakukan. Sementara Karang beberapa kali mengusap-usap pundak Raras untuk menenangkannya. Wajah Karang juga tampak cemas.


***
30 Januari 2004
14:30

Laras memasukkan kentang goreng yang ia potong dadu ke dalam kotak makan dengan agak tergesa. Sebentar lagi jam setengah 4 sore, waktu janjiannya dengan Karang untuk bertemu di bangku penonton lapangan baseball. Setelah itu, ia memasukkan kotak makan ke dalam tas selempang agak usang dan sebotol ukuran kecil saos sambal. Karang suka kentang goreng dipadu dengan saos sambal ekstra pedas itu.

15:00
Karang masuk ke ruang ganti di pinggir lapangan baseball untuk memakai sepatu olahraga. Karang dengan santai dan sambil melempar canda dengan teman satu team membuka tas olahraga dimana sepatu olahraganya berada. Selembar kertas jatuh dari dalam tas ketika Karang mengangkat sepatunya dari dalam tas.

karang Baruna.
Aku punya sesuatu untuk kamu.
Kita ketemu di bangku penonton sebelah timur.
Aku tunggu hari Jumat 30 Januari 2004 jam setengah empat


15:40
Karang mengamati bangku penonton di sebelah timur lapangan dari pintu ruang ganti sambil menggenggam secarik kertas. Tidak ada seorang pun disana lalu Karang kembali masuk ke dalam ruang ganti.
“Ada kecelakaan di luar,” kata seorang teman Karang yang baru bergabung di luar ganti. Dengan tergesa-gesa ia mengganti pakaiannya dan memakai sepatu olahraga.

15:30
Karang mengamati bangku penonton di sebelah timur lapangan dari pintu ruang ganti sambil menggenggam secarik kertas. Masih tidak ada seorang pun disana lalu Karang kembali masuk ke dalam ruang ganti.

16:00
Karang melakukan pemanasan di tengah lapangan bola bersama teman-temannya sambil mengamati bangku penonton sebelah timur.


***
30 Januari 2010
16:10

Karang dan Raras berdiri di samping pintu masuk lapangan baseball sambil mengamati arus lalu lintas di jalan raya depan lapangan baseball. Tidak terjadi apa pun disana, sehingga membuat Raras menangis lagi seperti kemarin. Karang hanya bisa diam sambil memeluk Raras.

tamat

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)