bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 09 Juli 2011

P-sau-"Mason"

Sepulangnya dari kantor pengacara, saya bergegas menuju rumah sakit mengingat Mason, anak tunggal saya sejak pagi tidak saya temani. Seharusnya saya tidak meninggalkan dia sendiri di kamar perawatan itu, tapi pekerjaan saya dan urusan perceraian jauh tidak bisa ditinggalkan.

Menuju lantai dua rumah sakit, saya berjalan dengan agak tergesa untuk menemui Mason yang pasti sudah tertidur pulas. Nyaris tengah malam saat ini. Menjelang pintu ruangan tempat Mason dirawat, saya ingat kemarin sore ketika dokter menyatakan Mason harus dirawat inap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasalnya, dokter melihat ada keanehan pada jumlah darah putih pada tubuh Mason. Semoga akan baik-baik saja, bukan leukimia seperti film yang pernah saya tonton ketika muda dulu.


"kenapa, dok?" tanya saya ketika dokter dan seorang perawat dengan gugup keluar dari ruangan tempat Mason dirawat. Saya cemas sekali melihat keduanya, tapi meyakinkan diri ini bukan tentang anak saya, karena beberapa anak juga dirawat di kamar yang sama.

"maaf, Mason hilang," jawab sang dokter sambil mengelilingi tiap sudut koridor dengan bola-bola matanya. Saya berlari menengok ke dalam ruangan untuk memastikan bahwa Mason benar tidak ada di ranjangnya.

"kok bisa sih?" marah saya sambil menatap perawat itu. Tak lama kemudian saya ikut bergabung dengan mereka untuk mencari Mason.

Lama pencarian, dokter menemui saya di salah satu koridor rumah sakit tengah menggendong anak laki-laki kesayangan saya. Saya berlari menghampiri mereka dan mengambil Mason untuk menggendong dan memeluknya erat. Dia tengah menangis terisak.

"sayang, kenapa keluar kamar?" tanya saya sambil mengusap-usap rambutnya masih dalam pelukan saya.

"mama, Mason bakal jadi anak baik. Biar papa masih mau jemput Mason di TK. Biar papa masih mau buatin bekal makan siang buat Mason," katanya dalam tangis. Saya hanya bisa memeluknya lebih erat dalam perjalanan menuju ranjangnya. Tak lama kemudian, ia tidur di ranjang. Tak lama setelah itu, dokter yang sedari tadi ikut menunggu tertidurnya Mason sambil berdiri di dekat pintu, memanggil saya untuk keluar.

"saya sudah menunggu anda sejak tadi siang. Anda sudah mendengar pesan panggilan saya?" tanya sang dokter. Saya mengangguk lalu menjelaskan tentang kondisi saya yang benar-benar sibuk seharian ini. Sebagai Anggota redaksi berita di salah satu stasiun tv swasta terkenal, benar-benar menyita banyak waktu, ditambah harus mengurusi surat perceraian.

"mason tadi mencari jalan keluar rumah sakit hendak menunggu mamanya datang," kata dokter kemudian. Saya hanya bisa diam mendengarnya. Anak saya yang malang.

"dok, sudah ada hasil tesnya?" tanya saya tiba-tiba.

"itu yg mau saya bicarakan. Mason terkena leukimia," jawab dokter dengan suara yang nyaris berbisik. Saya menangis seketika sementara dokter terus menjelasksn tentang kondisi Mason, tentang perawatan sementara dan selanjutnya, dan solusi-solusi pengobatan. Air mata masih mengalir dan saya hanya bisa mengapus tiap tetesannya dengan kedua tangan saya.

Sebelum dokter pergi, ia memberikan kertas-kertas hasil tes Mason yang sebenarnya tidak saya ketahui isi dan tulisannya. Saya mendekap erat kertas itu sambil berjalan masuk menuju ranjang Mason. Saya sudah bisa menahan air mata saat ini.

Mason masih tertidur diranjang, dadanya tampak naik turun teratur. Ini pertama kalinya saya melihat ia sedang tertidur karena selama ini saya tak pernah menyempatkan diri menengoknya sepulang kerja ketika malam, apalagi membacakan cerita seperti impian saya dulu. Selama ini saya lah yang menafkahi keluarga, berangkat pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Semua kebutuhan Mason dan rumah diurus suami saya yang bekerja paruh waktu siang hari di restoran dekat rumah.

Sudah dua hari suami saya hilang entah kemana dan baru kemarin mengirimkan seorang pengacara untuk mengurusi perceraian. Ia sudah tidak ingin bertemu dengan saya. Sejak kepergiannya, saya menjadi sangat repot di pagi hari dan menjadi sering menelepon rumah untuk mengawasi Mason yang di rumah sendiri sepulang dari TK.

Tak lama kemudian sambil menutup mulut menahan isak tangis, saya menusuk perut Mason berkali-kali dengan pisau operasi berukuran kecil yang saya ambil dari sebuah ruangan tak jauh dari ruang operasi. Mason menangis menatap saya. "mama, sakit," rintihnya sambil menangis. Lalu saya menusuk bagian dadanya hingga darah berkelebat ke tiap sudut dan wajah saya.

Seorang anak dalam ruangan itu berteriak tiba-tiba dengan sangat kencang, memekikkan telinga. Mungkin dia sudah melihat Mason dan saya.

"maaf, sayang. Mama gak sanggup liat Mason menderita walau untuk enam bulan saja,"

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)