bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 09 Juli 2011

Mati - "terima kasih untuk hujannya!"

Menjatuhkan diri, berbaring santai di atas rumput taman kota sambil mengirup udara sore hari, sangat menyenangkan. Rasanya ingin yang seperti ini saja yang menjadi kamar saya. Ranjang rumput, atap langit dan jendela yang suuuuper besar. Lalu saya tertawa bahagia membayangkannya.

Sejenak saya memperhatikan lagi kertas-kertas yang ada di tangan saya, lalu melemparnya menjauh bersama sebuah pena ungu. Baiklah, saya akan membiarkan pikiran dan tubuh saya istirahat. Dua jam berkutat dengan kertas-kertas ini sudah sangat melelahkan. Terutama pupil mata yang berakomodasi maksimum tanpa henti sejak siang tadi.

Saya menghembuskan nafas berat sambil tersenyum memandang langit. Betapa beruntungnya saya bekerja di bidang ini, bekerja dengan ayah saya sendiri. Saya diperbolehkan menyelesaikan tugas dimana saja, di tempat ternyaman yang saya impikan. Saya bahagia.


Seharusnya langit jangan seterang ini. Sudah empat hari begini, membuat pepohonan dan rumput tampak sedikit gersang. Langit, datangkan hujan nanti malam, atau sekarang. Mendunglah. Mendunglah. Saya baru saja menghipnotis langit agar menurunkan hujan.


"kakak lagi apa?" tanya seorang bocah yang sudah berdiri disamping kepala saya. Saya menoleh ke kepalanya yang terlihat menjulang tinggi ke langit.

"oh, lagi santai," jawab saya sambil memberi tanda dengan tangan untuk duduk disamping tempat perbaringan saya. Ia duduk di tempat yang saya tandai. "sendirian disini?"

bocah laki-laki itu menunjuk ke sepasang suami istri yang sedang duduk di salah satu bangku taman tak jauh dari tempat kami. "ayah dan bunda disana," jawabnya kemudian.

"kamu masih Sekolah TK, ya?" tanya saya kemudian. Bocah itu mengangguk.

"kakak ingin langit mendung?" tanya bocah itu tiba-tiba. Saya terkejut mendengarnya dan langsung bangkit dari tidur untuk duduk mensejajarkan diri pada sang bocah. Dia tahu apa yang saya pikirkan.

"kamu bisa buat langit jadi mendung?" tanya saya. Sang bocah mengangguk yakin sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel merahnya. Sebuah buku gambar dan crayon ia letakkan di pangkuannya. Ia mulai menggambar danau dan rumput taman, seperti yang ada dihadapan kami, selanjutnya awan abu-abu.

"wah, bagus banget gambarnya," seru saya cepat ketika bocah itu menoleh ke arah saya. "hujan. Harus hujan. Ini baru mendung," kata saya kemudian sambil menunjuk gambar awan yang baru dibuat.

"hujan? Oh iya, kak," serunya bahagia, lalu menggambar rintikan hujan dengan warna senada dengan awan. Titik titik abu-abu tampak memenuhi gambar.

Saya mengusap rambutnya untuk mengungkapkan rasa bangga kepadanya. Kami saling memandang dan tersenyum.

Tiba-tiba hujan gerimis datang. Membuat bulatan-bulatan khas di permukaan danau, memberikan bercak-bercak di kertas-kertas saya yang berceceran, dan sedikit membasahi gambaran sang bocah. Ketika saya mendongak ke langit, ternyata ada secuil awan hitam di atas sana, memberikan hujan.

"rama, ayo pulang!" suara panggilan terdengar, dan dengan cepat sang bocah bangkit untuk berlari menghampiri ayah bundanya. Sebelum mereka bertiga pergi mencari tempat berteduh, bocah itu sempat melambaikan tangannya dengan penuh semangat. Saya membalasnya sambil tersenyum sangat lebar.

"terima kasih untuk hujannya!" teriak saya kemudian. Sang bocah hanya mengangguk karena kemudian bundanya menarik tangannya agar bergegas.

Sementara saya, ketika tersadar, segera membereskan kertas-kertas yang berserakan ke dalam tas kerja yang selalu saya bawa. Saya berlari berlindung pada dedaunan sebuah pohon besar tak jauh dari danau. Saya berteduh.

Hujan akan sebentar saja dan saya akan segera kembali ke kantor. Mengajak ayah pulang bersama. Wah, saya tiba-tiba ingin makan pizza bersama ayah. Nanti ayah akan saya ajak mampir untuk makan pizza.

______

Saya akhirnya bertemu lagi dengannya, setelah hampir setahun hanya berhubungan via telepon. Dua tahun lalu ia pindah ke UK melanjutkan pendidikan doktor sekaligus bekerja di kedutaan disana. Pertemuan antara mantan suami-istri. Sepertinya sore ini Kami sudah banyak membahas tentang Rama. Sepertinya sudah akan berakhir.

"bun, Rama, bun," mantan suami saya menunjuk Rama yang duduk tak jauh dari bangku tempat kami duduk. Ia tampak tengah asik menggambar sambil mengobrol di pinggir danau. Mengobrol sendiri.

"sayang!" panggil saya cepat dengan agak cemas. Ia masih disana, mengobrol sendiri, tak menyahut panggilan saya. Saya memanggil namanya kemudian bersamaan dengan turun hujan yang tiba-tiba. Hujan gerimis di hari yang cerah.

"rama! Ayo pulang!" panggil saya sambil bangkit hendak menghampirinya. Rama menoleh ke arah saya lalu bergegas mendekat sambil kesusahan memasukkan buku gambar dan crayon ke dalam ransel merahnya.

_________

ia menatap keluar jendela kamar, memandang jalanan kompleks dari lantai atas ini. Ia membiarkan ubannya dimain-mainkan oleh angin, begerak kesana kemari.

"selamat ulang tahun, sayang. Sehat kah kamu disana?" bisiknya lirih pada angin sambil menatap langit.

Matanya menceritakan kepedihan ditinggalkan putri kesayangannya setahun yang lalu. Tepat dihari ulang tahunnya, sebuah truk menggelimpangkan mobilnya dan menyeretnya hingga 30 meter. Ketika itu, Mobil dan jasad putrinya hancur lebur.

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)