bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 09 Juli 2011

Mati - "catatan tinta putih"

"... Kisah tentang pelangi. Menurut ibu saya, pelangi adalah jalan ke langit untuk orang mati, sehingga pelangi berwarna ceria, menandakan di langit ada kebahagiaan ketimbang di bumi. Orang yang mati menuju kebahagiaan. Mungkin saja para astronot mendengar kisah ini, sehingga mereka ingin ke langit tanpa harus menunggu pelangi. Mereka ingin berbahagia. Mungkin saja kisah ini benar, karena entah kebetulan, setiap saya melihat ada yang mati, hujan akan datang walau terik siang, lalu pelangi terkadang muncul. Saya kemudian bersedih sendiri ketika suatu kali setelah hujan tak ada pelangi. Kasihan orang mati itu. Hendak kemana ia setelah ini, tak ada jalan menuju langit. Jadi, saya memutuskan menggambar pelangi setiap pagi di kertas kecil dan menyimpannya di saku sampai kertasnya rusak. Dan keesokan paginya saya menggambar pelangi lagi. Berharap tetap ada pelangi ketika saya mati nanti..."


saya menjadi semakin tertarik untuk membuka lembaran berikutnya. Penulis diari yang hebat. Di lembar pertama ia menceritakan tentang kisah pelangi dengan sangat menarik. Tapi saya urungkan niatan itu, karena saya pada akhirnya menutup diari usang yang baru saya temukan di gudang belakang rumah. Mama saya memanggil saya.

"kenapa, ma?" tanya saya setelah keluar gudang. Saya membawa serta diari usang itu mendekati mama.

"saatnya makan siang," jawab mama sambil memegang pundak saya agar masuk ke dalam rumah. "ngapain ke gudang itu?"

"buang kursi kayu yang ada di kamar. Mama liat kursi reot tua yang ada di kamar mia, kan?"

"iya. Beberapa barang pemilik sebelumnya masih belum sempet mama singkirin. Soalnya masih capek, kan baru beberapa jam kita sampe di sini,"

tak lama kemudian kami sampai di ruang makan, dimana papa, nenek, dan adik perempuan saya sudah duduk di kursi makan menunggu saya dan mama. Saya meletakkan diari di pangkuan saya selama saya makan.

Beberapa menit kemudian setelah makan, saya pamit masuk ke dalam kamar hendak melewatkan sore tanpa bercengkerama dengan keluarga. Saya memutuskan membaca diari itu di kamar.

"...saya senang dengan kamar baru saya. Saya yang meminta ayah saya untuk membuatkan kamar dengan jendela yang superbesar. Sehingga ketika pagi, akan ada banyak sinar matahari pagi masuk ke dalam kamar atau ketika malam, saya bisa melihat bintang dengan layar besar. Kamar ini akan menjadi tempat kesukaan saya..."

saya menoleh ke jendela besar yang ada di seberang ranjang. Dan memandang langit siang melalui jendela itu. Pintu jendela terbuka sedikit sehingga gorgen bergoyang-goyang sedikit ketika ada angin yang memaksa masuk.

Kemudian saya membuka asal lembar diari. Entah lembar keberapa yang saya buka.

"...saya kaget ketika ada air yang mengalir keluar melalui celah pintu kamar mandi. Air itu membasahi lantai kamar. Mengalir perlahan. Saya bangkit dari ranjang untuk memeriksanya. Sepertinya air keran bocor atau terbuka karena kelalaian saya tadi pagi. Tapi kemudian saya terpeleset air hingga saya jatuh terjerembab ke lantai. Kepala sama tepat mengantam lantai. Pusing yang hebat tiba-tiba melanda saya..."

saya mendengar air keran mengalir dari dalam kamar mandi, deras sekali. Spontan saya melihat ke lantai dekat pintu kamar mandi mengingat tulisan di diari itu. Tidak ada air yang mengalir disana. Saya kemudian bangkit dari ranjang dengan perlahan. Tapi tiba-tiba kaget sendiri mendengar suara gelas terjatuh ke lantai, pecah. Saya baru saja menyenggol gelas berisi air yang tadi saya letakkan di atas meja samping ranjang.

Saya tetap turun dari ranjang dan berjalan hati-hati agar tidak menginjak pecahan gelas. Air keran masih terdengar dari dalam kamar mandi, sehingga saya harus segera mematikan keran itu.

Dengan agak kesusahan saya beberapa kali harus melompati lantai agar terhindar dari pecahan gelas. Dan pada lompatan berikutnya saya mendarat di lantai yang terdapat air minum di atasnya. Saya terpeleset, jatuh ke lantai. Saya berusaha bangkit, tapi kepala saya terasa sakit. Pada akhirnya saya hanya bisa menoleh sedikit. Darah tampak mengalir menjauhi kepala saya. Itu darah saya, dari kepala saya.

Tangan saya masih bisa bergerak. Saya memutuskan mengambil diari yang ikut jatuh tergeletak di lantai tak jauh dari saya. Saya membuka lembarannya, berharap segera menemukan catatan terakhir yang saya baca. Apakah saya akan mati disini?

Mata saya mulai berkunang dan pandangan saya mulai memudar, tapi masih bisa melihat isi diari itu. Sama sekali tak ada tulisan di lembarannya. Kosong. Seperti catatan tinta putih di atas kertas putih. Selanjutnya saya tak punya daya untuk sekedar mengangkat diari atau untuk mengedipkan mata.

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)