bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 09 Juli 2011

LOKER NOMOR 7 _ BAGIAN 3

cerita yang lalu ...

Sudah beberapa hari sejak surat pertama muncul dari dalam loker nomor 7, surat-surat lain terus Raras terima. Selama ini, ia menganggap surat itu pemberian anak nakal yang iseng mengambil tasnya. Hingga suatu hari, setelah menerima suatu surat, tubuh Raras merinding dan membuatnya jatuh pingsan.

^^^
20:11

Masih dengan merinding, Raras membaca lagi surat-surat yang pernah ia temukan di loker nomor 7. Lagi-lagi ia kemudian dengan cepat mengembalikannya ke atas meja belajar yang terletak di samping ranjang. Sementara Raras kembali bersembunyi di dalam selimut.

“Kamu harus istirahat, Ras,” tiba-tiba saja Kak Anggun bersuara. Raras kaget setengah mati. Jantungnya berdegub kencang. Ia membuka selimut untuk melihat Kak Anggun. Kak Anggun sedang menggeser bangku belajar agar lebih dekat dengan ranjang, kemudian menempelkan telapak tangannya ke dahi Raras, lalu turun ke leher.

“Kakak percaya kalau hantu itu ada?” Tanya Raras. Kak Anggun hanya menjawab ‘uh’ sambil memandang cemas kepada Raras.



***
22 Agustus 2003, Jumat
07:00

Laras membuka lokernya, dan tak menemukan surat apapun. Surat terakhir yang ia berikan pun juga tidak ada. Begitu juga ketika jam istirahat pertama, istirahat kedua, dan sepulang sekolah. Laras sekarang makin penasaran dengan anak itu.

^^^
23 Agustus 2003, Sabtu
07:00

Laras memasukkan semua barang milik anak itu ke dalam loker Laras, tanpa surat kali ini. Tadi berangkat sekolah, dengan sengaja ia menenteng tas putih berbulu itu sepanjang perjalanan menuju sekolah. Berharap anak itu dapat melihatnya dan mengambil sendiri tasnya atau jika cukup berani, langsung menghampiri Laras. Nyatanya sampai tas dan seluruh isinya dimasukkan ke dalam loker, tak satupun anak yang menghadap Laras.

***
07:10

Awalnya tak percaya, sampai-sampai Raras dengan cepat menutup kembali loker nomor 7. Beberapa detik kemudian, ia membuka loker kembali dan masih sama isinya, tas berbulu putihnya dan sepatu pantofel hitam yang beberapa hari lalu hilang di loker nomor 7. Pelan-pelan dan sangat waspada, Raras mengeluarkan barang-barang miliknya dari loker itu dan menjatuhkannya ke lantai.

“Itu tas kamu yang hilang?” Tanya Sandy, sang ketua kelas sambil memungut tas Raras dari lantai. Raras hanya menjawab ‘uh’. Lalu tiba-tiba Raras menyambar tas dan memeriksa barang-barang yang ada di dalam tas. Seragam sekolah, beberapa buku tulis, buku cetak, dan diary bercover putih. Dengan cepat Raras merobek satu lembar kertas dari dalam diary dan terburu-buru menuliskan sesuatu di atasnya, lalu memasukkannya ke dalam loker nomor 7.

***
07:16

Entah siapa kamu. Terima kasih sudah mengembalikan semua barang saya.
Saya tidak akan mengganggumu lagi.
saya mengerti sekarang, kenapa kunci loker nomor 7 ini susah sekali untuk dibuka.

Kamu marah?
Tolong jangan salahkan saya, nanti, saya akan memohon pada kepala sekolah agar kelak, tidak ada siswa yang memakai lokermu lagi.

tenanglah di alam sana,

juniormu (mungkin),
Raras


Laras tertawa kecil sambil sambil membaca surat itu. Sekali lagi kepalanya celingak-celinguk berharap menemukan kepala yang tengah mengintip di balik tembok, di balik pintu, sehingga anak itu bisa tertangkap basah oleh Laras sendiri. Barang-barang itu sudah ditukar dengan sebuah surat yang sejauh ini merupakan surat terpanjang.
“Apa itu?” Tanya Bu Ratna yang sudah berdiri di samping Laras.

“Surat, bu,” jawab Laras sambil mengembalikan bibirnya seperti semula. Mata Bu Ratna tampak tengah membaca surat dari anak yang bernama Raras.

“Raras?” tanya Bu Ratna. Laras menggeleng sambil mengangkat bahu tanda tak tahu. “Tas yang kemarin kamu temukan itu milik Raras? Siapa dia? Kelas berapa?”

“Boleh saya membalas suratnya?” Tanya Laras kemudian.

“Masuk sekarang. Memulai kelasmu jauh lebih penting sekarang,” jawab Bu Ratna.

***
10:03

Kamu pikir saya hantu? hei, sepertinya saya tahu siapa yang sinting. kamu sinting! mengerti?

Loker saya memang susah dibuka sejak pertama kali, saya juga sudah mengadu ke kepala sekolah, tapi tak ada hasil, karena tak ada loker kosong lagi untuk saya.terima kasih atas kebaikanmu,

Laras (nama kita hampir mirip)

NB : hei, saya masih 1 SMU, tidakkah kamu pikir dengan kelas saya?
dari mana kamu dapat kunci loker nomor 7 ini?


Raras mendapat surat balasan lagi ketika ia membuka loker nomor 7. Beberapa detik kemudian setelah membaca surat terakhir itu, ia teringat akan surat beberapa waktu lalu yang menyertakan hari, tanggal dan tahun. Tahun 2003.


***
10:05

apa kamu mati di tahun 2003?
Maaf jika membuatmu marah


Laras kembali tertawa kecil setelah membaca surat itu. Anak itu benar-benar sinting. Bagaimana bisa ia masuk ke sekolah bagus seperti ini. Lalu dengan cepat Laras membalasnya. Dan memasukkannya ke dalam loker dengan cepat pula.

kamu idiot?bagaimana bisa kamu mengatakan
saya sudah mati? bukankah kamu sendiri yang
memasukkan surat ke dalam loker saya?
kamu tidak melihat saya?
hahaaaa


Hampir dua menit kemudian, Laras mendapat ide. Ia hendak mengaku sebagai hantu saja. Kalau dia memang anak sinting, pasti lari ketakutan setelah membaca surat Laras. Ia masih akan tetap bersembunyi dari balik pintu sampai bisa menangkap basah anak sinting itu. Atau malah menakutinya tepat ketika anak sinting itu mengambil surat dari loker Laras.

“Ide cemer...” Laras kaget setengah mati ketika surat yang ada di dalam loker sudah berganti menjadi surat balasan. “Mustahil,” gumam Laras sambil membaca surat itu.

10:08

apa kamu belum tahu kalau kamu sekarang
sudah mati?


“Hei, kamu bisa lihat saya?” Tanya Laras tiba-tiba kepada salah seorang teman sekelasnya yang tengah asik mengobrol di dekat loker. Teman Laras dengan malas menjawab iya.

“Kamu lihat saya? Apa saya pernah mati?” Tanya Laras pada salah seorang siswa yang tengah melewati lorong.

“Sinting,” jawab siswa itu sambil tertawa bersama temannya dan terus melaju hendak menaiki tangga. Laras mengeluarkan ponsel dari kantong roknya dan menelepon mamanya.

“Ma, Laras sudah mati apa belum?” Tanya laras setelah mamanya mengangkat panggilan telepon darinya.

“Aduh, jangan main-main, deh. Mama lagi sibuk. Bye,” mama menjawab dengan terburu-buru dan langsung mengakhiri panggilan Laras.

Masih tampak bingung, Laras kembali membaca surat yang berada di genggamannya itu. Kemudian agar mengetahui apa yang sedang terjadi, Laras kembali memasukkan surat balasan ke dalam lokernya.

saya belum mati.
saya bukan hantu.
berhentilah menakuti saya,
saya pikir kamulah si hantu sekolah


10:15

saya juga bukan hantu, saya masih hidup.
jika kamu masih berpikir ini tahun 2003,
salah besar. Lihat kalender sekarang, dan
sadarilah kematianmu. ini tahun 2010.

lihat Laras, dan sadarilah.
mungkin setelah menerima surat ini,
kematianmu akan tenang,


“Tahun 2010? Setan sekolah sinting,” gumam Laras kemudian pelan bertepatan dengan bel masuk kelas tanda istirahat sudah habis.

“Ada apa lagi?” Tanya Bu Ratna yang sudah menunggu Laras di pintu. Bu Ratna kembali melirik surat yang ada di tangan Laras.

“Loker saya ada hantunya, bu. Hantu sinting,” jawab Laras dengan mata berbinar. Laras mengucapkan kalimat itu dengan rasa penuh kebanggaan, sehingga membuat Bu Ratna menganggapnya bercanda tidak penting.

^^^
12:37

“Apa mungkin hantu tahu masa depan?” Tanya Laras.

“Sudah saya bilang, tidak ada hantu. Dan itu hanya ulah anak iseng,” jawab Bu Ratna dengan nada kesal.

“Saya sudah cerita, bu, tidak mungkin jika anak iseng. Dalam waktu semenit saja, surat ini sudah dibalas,” Laras kembali menjelaskan argumennya.

“Kamu bandel, tapi saya harap jangan sinting juga,” kata Bu Ratna dengan nada marah kali ini. Mendengar itu, Laras berbalik meninggalkan meja Bu Ratna di kantor guru. Ia berencana mencari tahu sendiri apa yang telah terjadi.


bersambung ...

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)