bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Sabtu, 12 Juni 2010

grateful. morning sun (Bersyukur_sinar matahari pagi)

29 September 2009 jam 11:08

This morning I was complaining because the hassle of leaving campus. Guardian torn clothes yesterday afternoon, so Dad had to wear protective clothing. Seeing how his troubles me, I remembered a story my grandmother last night. How happy the little old woman living at a time. At that time no one should wear protective clothing if you want to leave the house or who sell protective clothing. Huff, caused by previous generations, current generations must suffer. No more early morning sun is healthy as ever. The ozone layer in the planet is now very minimal. The rays are not filtered anymore dangerous and cause cancer if not wearing protective clothing. Sky stones should be deflected by the nuclear fire appliance to be installed every 1 Gm did not hit the earth. Well, our current generation is fighting to stay alive.


Said the grandmother, the houses are now more sophisticated. The roof is now far far far more expensive than in the past that only made of clay, because the material is made from special anti-rays harmful rays. Paints used now are different. Glass of windows as well, in addition to specialized materials, its size is also much thicker. 20 cm.

Playground in residential area unlike in the past that are outdoors. Now I must go into a room that according to my grandmother, used to be called the hall. It's just like his hall in the park design in the era grandmother. With the feel of grass (artificial turf). Trees bonsai created in large pots (according to my grandmother, once a few trees stuck in the ground and stand tall).

Well, really wonderful to imagine living in a bygone era. The mountains are blue and covered in thick white mist, the rice fields are very wide, water-river water in direct contact with soil, there are waterfalls, dirt roads, sunbathing on the beach. Now only I could see through the pictures in books about travel science that studies the earth until the present day. Or the photographs memories grandma. Even the elephants, tigers, eagles, deer, elk, there was at the zoo. Now my generation could only see these animals in the picture about the animals that live in the old days.
Then suddenly my eyes exposed to very bright light. With the slow-slanted tersipit I opened my eyes. I saw the figure of my mother had just opened my window and let light in, touching the skin of my face.

"I'm dreaming," I muttered.

"Wake up. Do not sleep in the morning. Sunlight is healthy, my son, "my mother said softly as she walked out of the room.

Quickly, I threw my blanket on the floor, and rose to the window. Up the window frame and sat on it. Kugerakkan both hands and feet as if to better bring him closer to the sun. Then, patting my face as if by doing so, the grains can more maximum light into the skin pores. Then I smiled. Then smiled wider, then wider again.


"It is half past nine. What is good limit tomorrow morning sun only until eight o'clock? Then the next day at seven? Then again at 6 days later? Last year no one was allowed again in the sun in the morning or afternoon? "I said quietly.

"The sun, before I die or before you die, give sinarmu every morning and I'm happy. I promise, every sinarmu touched my skin, I'll become a happier person than before so that will be growing happier every morning, "

"The sun, let me continue to feel sinarmu that will make me healthy until God truly no longer allow it,"

"So from now on do not sleep in the morning," she added later. Apparently he was standing next to me.

tranlate in indonesia :

Aku mengeluh karena pagi ini harus bersusah payah berangkat ke kampus. Baju pelindungku robek kemarin sore, jadi, terpaksa pakai baju pelindung papa. Melihat betapa kesusahannya aku, aku teringat cerita nenek semalam. Betapa bahagianya hidup di zaman nenek kecil. Waktu itu tak ada seorangpun yang harus memakai baju pelindung jika ingin keluar rumah ataupun yang menjual baju pelindung. Huff, karena ulah generasi terdahulu, generasi sekarang harus menderita. Tak ada lagi sinar matahari pagi yang menyehatkan seperti dulu. Lapisan ozon di planet bumi ini sekarang sangat minim. Sinar-sinar yang berbahaya tak tersaring lagi dan menyebabkan kanker jika tak memakai baju pelindung. Batu-batu langit harus ditangkis dengan tembakan nuklir yang alatnya terpasang tiap 1 Gm agar tak menghantam bumi. Yah, kami generasi sekarang sangat berjuang untuk tetap hidup.


Kata nenek, rumah-rumah sekarang lebih canggih. Atap sekarang jauh jauh jauh lebih mahal dibanding dulu yang hanya terbuat dari tanah liat, karena terbuat dari bahan khusus anti sinar-sinar berbahaya. Cat yang digunakan sekarang juga berbeda. Kaca-kaca jendelanya juga, selain bahan yang khusus, ukurannya juga lebih tebal. 20 cm.

Taman bermain di kompleks perumahan tidak seperti dulu yang berada di luar ruangan. Sekarang harus masuk ke dalam ruangan yang menurut nenek, dulu disebut aula. Hanya saja aulanya di design seperti taman di zaman nenek. Dengan nuansa rumput (rumput sintetis). Pohon-pohon yang di buat bonsai di pot-pot besar (menurut nenek, dulu beberapa pohon menempel di tanah dan menjulang tinggi).

Yah, sungguh indah membayangkan hidup di zaman dulu. Pegunungan-pegunungan yang biru dan tertutup kabut tebal putih, sawah-sawah yang sangat luas, air-air sungai yang bersentuhan langsung dengan tanah, ada air terjun, jalan-jalan tanah, berjemur di pantai. Sekarang hanya dapat kulihat melalui gambar-gambar di buku IPA yang mempelajari tentang perjalanan bumi dulu hingga sekarang. Atau foto-foto kenangan nenek. Bahkan gajah, harimau, burung elang, kijang, rusa, ada di kebun binatang. Sekarang generasiku hanya bisa melihat binatang-binatang itu di dalam gambar tentang binatang-binatang yang hidup di zaman dulu.
Lalu tiba-tiba mataku terkena sinar yang sangat terang. Dengan pelan dan tersipit-sipit aku membuka kedua mataku. Kulihat sosok ibuku baru saja membuka jendela kamarku dan membiarkan cahayanya masuk, menyentuh kulit wajahku.

“aku bermimpi,” gumamku.

“bangun. Jangan tidur di pagi hari. Sinar matahari itu sehat, anakku,” kata ibuku lembut sembari berjalan keluar kamar.

Dengan cepat aku melempar selimutku ke lantai, dan bangkit menuju jendela. Menaiki kusen jendela dan duduk di atasnya. Kugerakkan kedua tangan dan kakiku seolah hendak lebih mendekatkannya ke matahari. Lalu menepuk-nepuk wajahku seolah-olah dengan begitu, butiran-butiran cahayanya dapat lebih maksimal memasuki pori-pori kulit. Lalu aku tersenyum. Lalu tersenyum lebih lebar, lalu lebih lebar lagi.

“Sekarang jam setengah sembilan. Apa esok batas kebaikan sinar matahari pagi hanya sampai jam delapan? Lalu lusa jam tujuh? Lalu lusanya lagi jam 6? Lalu setahun lagi tak ada yang boleh terkena sinar matahari pagi ataupun siang?” kataku pelan.

“Matahari, sebelum aku mati atau sebelum kau mati, berikan sinarmu tiap pagi dan bahagiakan aku. Aku janji, tiap sinarmu menyentuh kulitku, aku akan menjadi orang yang lebih bahagia dari sebelumnya sehingga akan terus bertambah bahagia setiap pagi,”

“matahari, ijinkan aku terus merasakan sinarmu yang menyehatkanku hingga Tuhan benar-benar tak lagi mengijinkannya,”

“Maka mulai sekarang jangan tidur di pagi hari,” tambah ibuku kemudian. Ternyata ia sudah berdiri di sampingku.

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)