bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Minggu, 13 Juni 2010

kapitalisme dan pancasila


Kapitalisasi di negeri ini makin kentara. Lambat laut kian terbiasa dan bicara inilah “adanya”. Heuh. Tahu? Dulu “adanya” adalah non-blok, kita punya sendiri, Pancasila. Teoritas Pancasila itu tegak, seperti kalimat-kalimat yang disusun indah dalam pelajaran-pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Bukan untuk kaum kapitalis ataupun kaum komunis yang kala itu tengah mengadu kuasa dan kekuatan. Tapi nyatanya benar-benar hanya teoritas.

Setelah komunisme melemah, kapilatisme yang merajalela, sampai ke usuk-usuk jiwa negeri. Sial. Pahamnya bukan paham. Pancasila seperti laksana symbol saja. Lihat anak-anak sekarang berjiwa kapital, kebanyakan anak-anak orang itu. Sekolah, politik, pemikiran, perilaku, pembicaraan, semuanya erat sekali dengan keterpengaruhan ini.


Kita salahkan saja akibat globalisasi. Globalisasi yang menggila dan cepat. Membawa paham-paham kapital yang makin lama makin dianggap mode dam modern. Fiuh… yang tidak tahu dianggap “kuno”.

Dalam pancasila itu ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lihat saja, kota-kota besar memiliki dua sisi. Sisi foya-foya dan sisi keras. Tiap wilayah yang katanya persatuan Indonesia, terbagi dengan urutan menjulang tinggi tingkat dalam kemajuan dan urutan terakhir dengan sangat rendahnya daya hidup. Sial. Inilah “adanya” zaman sekarang. Zaman kapitalisasi.

Entah dimana Pancasila. Yang makin merasuk jiwa adalah paham yang sudah menjadi mode dan dianggap modern. Makin sirna paham suci kita. Dahulu katanya ada dalam pelajaran “PMP’ yang ketika saya sekolah, sudah tidak ada lagi. Sial. Makin luntur setelah itu. Tanya saja orang-orang sekarang, sedikit sekali yang mampu menyebutkan bunyi pancasila. “lupa. Sudah lama,” biasa lama-lama di dengar dari mulut-mulut negeri ini. Apalagi ditanya makna. Mungkin orang-orang bermulut manis yang mampu memaknai lewat lidahnya. Kamuflase.

Tahulah saya. Kenapa ada paham komunis. Mereka memberontak dengan keadaan yang menggila. Menghujat orang-orang kaya yang makin kaya dengan menindas lalu mengesampingkan kaum miskin. Mungkin sebentar lagi ada lagi paham itu, ketika orang-orang miskin sudah tidak tertahan akan derita.
Tapi akan dengan cepat paham komunis sirna lagi di negeri ini. Karena kita tidak butuh paham itu, dan tidak suka dengan paham kapitalis. Heum…

Lalu apa yang akan dilakukan para pemikir negeri ini? Tentu saja terus berpikir, sampai mati sebelum terealisasi bahkan sebelum sempat mendapat kebulatan jawaban. Karena akar-akar dalam jiwa sudah usang, tak pernah diberi air, dan unsur-unsur pendukung lain. Tinggal menunggu roboh, atau tergantikan akar lain, akar kapitalis. Dan di kemudian hari, tak ada lagi kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pringsewu, 13 Juni 2010


referensi




Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital....Read more...




0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)