bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Senin, 07 Juni 2010

two bad bricks (dua bata jelek)

One day, the delegation monks bought the land to create a monastery. But the tangled bankruptcy. Building materials are very expensive and they were not able to pay the builders to construct buildings on the land. And when can afford to buy building materials, they decided to build their own temples.

One of the monks, at first, consider making the building easier workmanship. Only stirring cement, bricks set on cement, bricks at the top right, hit the bricks to flatten the left side, is complete. However, it turns out wrong. Being a builder takes concentration. He even cares to make a straight horizontal brick. When she hit the bricks to the left of straight horizontal with the right bricks, even often times the lower left. But over time, more days, he more eloquently to this business.


Finally, the wall that was his job almost to his feet. He was proud of what he did. However, "Oh, no!" There are two sloping brick. One end looks lower than the other. Cement had already dried up. He reported this incident to the head of the monastery to ask for advice, about to be dismantled again or not. However, the chief monasteries allow the wall was still intact. In fact, the monk was not why if you have to repeat it. Because he could not bear to see two ugly brick and eager mengambrukkan wall every time he saw the wall.


After a while, the priest brought the first guests to visit the new temples around the half-finished and he always avoided carrying them past the brick wall that he created. He did not like it if someone who saw it. Then one day, 3-4 months after he built the wall, he walked with a visitor and the visitor's view.

The wall is beautiful, "she commented casually.

"Sir, what glasses you are left in the car? What's your vision is being disturbed? Do not you see two ugly brick that damage the entire wall? "Replied the monk with a shock.

"Yes. I saw two ugly brick, but I also can see the 998 good bricks, "

The monk was stunned. For the first kalinyla in more than three months, he was able to see the bricks-bricks others after two ugly brick. Above, below, on the right, at the left of the two bad bricks are bricks-bricks a good, perfect brick. More than that, perfect brick built two stone more than they batai ugly.

Reflections of this story is we often see the little mistakes of others and yourself, without seeing the actual merits more than a little mistake. Thus, sometimes, without seeing the 998 good bricks in the wall, we felt we deserved the wall was destroyed because of the wall look ugly in our eyes. How unfair to the 998 good bricks. The 998 good bricks would say softly, "What's wrong with us?"


translate in indonesia :

Suatu hari, rombongan biksu membeli tanah hendak membuat sebuah wihara. Namun terjerat bangkrut. Bahan-bahan bangunan sangat mahal dan mereka pun tak mampu membayar tukang untuk membangun bangunan di atas tanah itu. Maka setelah mampu membeli bahan-bahan bangunan, mereka memutuskan untuk membangun sendiri wihara.

Salah seorang biksu, pada awalnya, menganggap mudah pengerjaan pembuatan bangunan. Hanya tinggal mengaduk semen, menyusun batu bata diatas semen, pukul batu bata bagian kanan, pukul batu bata bagian kiri untuk meratakannya, selesai. Namun, ternyata salah. Menjadi tukang bangunan butuh konsentrasi. Ia bahkan kesusahan untuk membuat sebuah batu bata lurus horizontal. Ketika ia memukul batu bata bagian kiri agar lurus horizontal dengan batu bata bagian kanan, malah sering kali bagian kiri lebih rendah. Namun lama-kelamaan, makin hari, ia makin fasih untuk urusan ini.

Akhirnya bagian tembok yang menjadi tugasnya hampir berdiri. Ia pun bangga akan hasil yang ia lakukan. Namun, “Oh, tidak!” ada dua batu bata yang miring. Salah satu ujungnya tampak lebih rendah dari ujung lainnya. Semen sudah terlanjur mengering. Ia melaporkan kejadian ini kepada kepala wihara untuk meminta saran, hendak dibongkar lagi atau tidak. Namun, kepala wihara membiarkan tembok itu tetap utuh. Padahal, biksu itu tak mengapa jika harus mengulangnya. Karena ia tak tahan melihat dua batu bata jelek itu dan ingin sekali mengambrukkan tembok setiap kali ia melihat tembok itu.

Setelah beberapa lama, sang biksu membawa para tamu pertama berkunjung keliling wihara yang baru setengah jadi dan ia selalu menghindarkan membawa mereka melewati tembok bata yang ia buat. Ia tak suka jika ada orang yang melihatnya. Lalu suatu hari, 3-4 bulan setelah ia membangun tembok itu, ia berjalan dengan seorang pengunjung dan pengunjung itu melihatnya.

“tembok yang indah,” ia berkomentar dengan santainya.

“Pak, apakah kacamata anda tertinggal di mobil? Apa penglihatan anda sedang terganggu? Tidakkah anda melihat dua batu bata jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?” jawab biksu dengan terkejut.

“Ya. Saya melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus,”

Sang biksu tertegun. Untuk pertama kalinyla dalam lebih dari tiga bulan, ia mampu melihat batu bata-batu bata lainnya setelah dua batu bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kanan, di kiri dari dua batu bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, batu bata yang terpasang sempurna lebih banyak disbanding dua batu batai jelek itu.

Renungan dari cerita ini adalah kita sering kali melihat sedikit kesalahan dari orang lain dan diri sendiri, tanpa melihat kebaikan-kebaikan yang sebenarnya lebih banyak dari sedikit kesalahan itu. Sehingga, kadang, tanpa melihat 998 batu bata bagus di tembok, kita merasa tembok itu pantas kita hancurkan karena tembok itu tampak jelek di mata kita. Betapa tidak adil bagi ke 998 batu bata bagus. Ke-998 batu bata bagus akan berkata lirih, “Apa salah kami?”

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)