bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Senin, 07 Juni 2010

sajak pinggiran 3

[Lagu Penuh Rindu Itu]

Aku memilih lagu itu

Tak tahu atas nama apa, atas nama siapa

Bukan untuk meresapi

Bukan untuk bicara tentang hati

Aku hanya memilih

Lagu penuh rindu itu

Ketika kudengar

Sesaklah ketika itu juga

Bukan karena meresapi

Bukan karena bicara tentang hati

Sungguh aku hanya mendengar

Lagu penuh rindu itu

Jangan ajak aku memikirkan

Aku bukan malu atau takut

Aku rasa tak perlu meyakini

Biarkan aku hanya memilih atau hanya mendengar

Lagu penuh rindu itu

Pringsewu, 22 Mei 2010





[Isyarat]

Ia mengisyaratkan

Dengan getar suara, bahasa dan aturan nafasnya

Mungkin hanya untuk aku

”Berhenti saja!”

Mungkin begitu jika ia mampu berkata

”Ah, beruntungnya aku

Betapa gemuruh hujan jika ia berkekuatan”

Seharusnya begitu

Tapi aku malah bimbang

Karena aku hanya tahu mendengar

Lalu hingga nanti ketika hanya isyarat

Aku bertanya sepanjang hidup

”Benarkah?”

Pringsewu, 22 Mei 2010



[Bawa Aku]

Mataku terlalu sempit

Terbiasa sempit bahkan dan pasrah

Melihat daun hijau lalu menguning, coklat, mati

Lalu berganti dengan daun lain

Entah sampai kapan

Tapi aku bosan

Bawa aku melihat hal lain

Selain daun

Bukankah ada laut dan bakau?

Bukankah ada langit dan pesawat tempur?

Bukankah ada bintang dan gelap?

Bukankah ada gunung dan kebun strawberry?

Bawa aku lari dari datar ini

Jangan hanya pinjamkan kacamatamu

Bawa aku beserta

Disisimu

Pringsewu, 22 Mei 2010






[Ini Dunia, Sayangku]

Ini dunia, sayangku

Ruang yang akan kau genggam dengan kasih

Ruang yang kelak kau warnai tidak hanya satu atau dua

Bijaklah di dalamnya

Ramahlah pada semua

Belajarlah sepuasnya

Jangan ragu, aku akan ada

Meski dunia mengancam

Dan awut-awutan

Jangan takut, aku akan ada

Ini dunia, sayangku

Aku masih bersamamu

Ayah juga

Menunggu teriakmu yang tidak seramai jalan kota kita

Menunggu tawamu yang tidak sekeras ambulan rumah ini

Pringsewu, 22 Mei 2010

[Perempuanku]

Wanginya mengalir bersama aliran darah

Wajahnya yang bersolek begitu melekat

Lihat senyumnya

Atau isyarat matanya

Oh, perempuanku

Berapapun aku mau

Mari ikut serta aku

Boleh kau manja sepuasnya denganku

Malam ini

Berpapun aku mau

Pringsewu, 23 Mei 2010




[Semut]

Ketika rintiknya mulai berjatuhan

Semut-semut berlarian seolah tanpa arah

Akan hancur rumah kita

Akan hancur rumah kita

Perempuan-perempuan berteriak selayaknya

Bukan tanpa arah

Sebenarnya dengan resah

Bersiap hendak menangisi

Akan kita ulangi sekali lagi rumah kita

Begitu jika hujan datang lagi

Esok pun iya

Lusa pun iya

Pringsewu, 25 Mei 2010

[Jangan Lagi Tanya Aku]

Kasihan kau, anakku

Jangan lagi tanya aku

Kita sama seperti ulat dalam kepompong itu

Diam di dalamnya

Menunggu waktu hingga siap

Jangan lagi tanya aku

Amati saja dirimu

Lalu gelap

Lalu kepompongmu

Aku pun belum tahu jawaban-jawaban itu

Pringsewu, 25 Mei 2010

[Bukankah Kau Tak Mampu]

Seharusnya berhenti

Diam disana

Bukankah kau tak mampu

Jangan

Jangan bergerak kearah itu

Tidak dengan seratus alasanmu

Kembali!

Segera, segera

Bukankah kau tak mampu

Pringsewu, 25 Mei 2010






[Mungil]

Yihaaa, menang!

Sorak mungil melengking

Lihat wajahnya polos

Bercerita bahwa ia memang bocah

Mungil anakku

Tak tahu ia bapaknya pulang

Tak tahu ia untuk apa sepupu-sepupunya datang

Untuk mengantar bapakmu, mungil

Lihat wajahnya bahagia

Ramai rumahnya, banyak kawan mungkin pikirnya

Yihaaaa, menang!

Sekali lagi teriaknya

Dengan mata berbinar

“Bapak, tak mau ikut main?”

Panggilnya kemudian

Mungil anakku

Tak tahu ia untuk apa bapaknya disana

Diam dalam kubur

Pringsewu, 25 Mei 2010








[Aku Tidak Dengar]

Aku tidak dengar

Ketika suatu sore kau berseru

Terlalu deru, berisik

Sebuah janjikah?

Atau olokan?

Atau hanya sekedar kata?

Aku tidak dengar

Ulangi sekali lagi

Atau berkali-kali nanti

Jika hanya kosong yang masuk inderaku

Pringsewu, 27 Mei 2010

[Bisik]

Malam, mampukah kau ada nanti?

Ketika akhirnya aku terdiam dalam batas

Dan pesan-pesan tak tersampaikan

Pilihlah dia temanimu

Lalu kisahkan sesakku

Tanpa satu pun tertinggal

Kau mendengar

Dan kau pun pintar berkisah

Malam, baru saja aku berbisik

Simpan hingga saat itu datang

Pringsewu, 27 Mei 2010


[Mati]

Aku tidak tahu mati

Tapi waktu bermimpi

Takut akan neraka yang seperti dijanjikan

Aku pun tidak tahu neraka

Tapi aku yakin ada untuk penjahat yang tidak sempat tobat

Hahaha

Aku bukan penjahat

Dan tidak harus tobat

Kenapa harus takut

Mati pun nanti

Waktu Tuhan rindu aku

Lalu aku diam dan merenung

Aku bukan penjahat, tapi bebal

Dan neraka juga untuk orang bebal rupanya

Aku belum tobat dan tidak tahu cara bertobat

Aku takut neraka

Selanjutnya aku takut mati

Pringsewu, 30 Mei 2010





[Katak dan Hujan]

Katak gila

Setiap hujan kalian protes

“Pung! Pung! Pung! Pung! Pung!”

Protes pada siapa?

Manusia? Karena pada akhirnya sawah akan habis tergantikan mall?

Tuhan? Karena dia membiarkan kalian terlunta?

Kenapa waktu hujan

Oh, mungkin kalian perhatikan manusia diam berselimut kala hujan

Dan mereka akan dengar

Oh, mungkin kalian dengar ketika hujan pintu langit terbuka

Dan Tuhan akan perhatikan

Katak gila

Hujan itu sebenarnya kebahagiaan

Lihat anak-anakku menari di dalamnya

Jangan kacaukan dengan protesmu

Lanjutkan nanti

Jika anak-anakku tidur malam

Akan aku bantu dalam doa

Akan kusampaikan pada Tuhanku

Esoknya aku akan ke bos-bos pencipta mall

Pringsewu, 30 Mei 2010

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)