bergeraklah...!!!!

Sesungguhnya alam mengajarkan bahwa kita tak akan pernah bisa berhenti. Meski kita berdiam diri di situ, bumi tetap mengajak kita mengelilingi matahari.


Air yang tak bergerak lebih cepat usuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah serat. Mesin yang tak dinyalakan lebih berdebu. Hanya perkakas yang tidak digunakan yang lebih gampang berkarat.


Alam telah mengajarkan ini. jangan berhenti berkarya, atau kita segera menjadi tua dan tak berguna.


.

.

.

Minggu, 13 Juni 2010

catatan seorang demonstran

untuk mendownload e-book "Catatan Seorang Demonstran", kumpulan catatan harian Soe Hok Gie, silakan baca dulu postingan ini... heheeeeee :)


Soe Hok Gie, seorang Indonesia dari keturunan Tiong Hoa. Sungguh ia adalah sosok dengan banyak kemungkinan akan masa depannya. Kritis dan peduli. Ia mulai mencatat kehidupan sehari-harinya sejak remaja, yang ia tulis dalam diarynya. Dan dipublikasikan kepada masyarakat setelah beberapa tahun ia meninggal di usia yang waktu itu masih terbilang muda, yaitu 27 tahun, dipuncak gunung Semeru. Saya suka sekali membaca catatan-catatannya yang dipublikasikan dengan judul buku : Catatan Seorang Demonstran. Ketika membacanya, seolah saya adalah “Gie” yang benar-benar merasakan apa yang ia rasakan ketika itu. Dan ada beberapa kutipan dari catatannya yang saya suka :



Sabtu, 16 Desember 1961
“… bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan : ‘dapat mencintai, dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita. Lihatlah orang Sparta, mereka adalah orang-orang yang malang. Seorang fasis dimana dimatikan nilai-nilai cinta. Ia adalah sekrup saja…”


Senin, 1 Januari 1962
“… Seperti Ghandi harus mati setelah orang yang spiritual tidak brguna lagi bagi Negara merdeka, yang berguna adalah orang-orang nasional… seperti Sukarno ia hanya perlu sebelum merdeka sebab ia hanya seorang agitator bukan perancang. Tapi ia tetap mau sebagai pemimpin rakyat dan lihatlah akibatnya. Memang hidup ini sangat tragis dan kejam. Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi.”

Senin, 14 Januari 1963
“… dalam keadaan inilah seharusnya kaum inteligensia bertindak, berbuat sesuatu. Aku sekali-sekali tidak bermaksud menyuruh mereka berbuat konyol. Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru. Mereka harus bias bebas di segala arus-arus masyarakat yang kacau. Seharusnya mereka bias berpikir tenang karena predikat kesarjanaan itu (atau walaupun mereka bukan sarjana). Tetapi mereka tidak bias terlepas dari fungsi seosialnya ialah bertindak demi tanggung jawab sosialnya bila keadaan telah mendesak. Kelompok intelektual yang terus berdiam dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaannya…”

Jakarta, 25 Januari 1966
“… rombongan memasuki kota Bogor dengan menyanyi Padamu Negeri.
Padamu Negeri aku berjanji
Padamu Negeri aku berbakti
Padamu Negeri aku mengabdi
Bagimu Negeri jiwa raga kami
Lagu ini sudah lama kukenal, sejak di sekolah rendah. Tetapi ketika itu aku sangat terharu dan tiba-tiba sajaknya menjadi sangat indah, puitis sekali. Seolah-olah mahasiswa dating kepada ibu Indonesia dan berjanji untuk menyerahkan jiwa raganya bagi tanah air tercinta.”

“dalam rapat llengkap KAMMI, setiap orang boleh menyatakan pendapatnya. Salah seorang pembicara, Hakim Sarimuda dari fakultas kedokteran, secara tegas meminta agar perjuangan tetap dilanjutkan. ‘kalau kita harus ditembak, kita bersedia. Tetapi kita adalah orang yang ketiga. Yang pertama harus ditembak adalah GESTAPU, lalu koruptor, dan barulah mahasiswa’…”

Rabu, 21 Agustus 1968
“… dan saya kira dengan mengenal manusia dalam detail hidupnya, kita akan lebih mencintai manusia.”

Senin, 26 Agustus 1968
“… saya menajwab dengan melihat Kennedy tentang ‘those who question power’. Pertama-tama kita harus jawab : who am I?’ dan saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa, tapi seorang yang ingin selalu mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi, juga ketidak-populeran. Ada sesuatu yang lebih besar : KEBENARAN.”

Salem, sabtu, 26 Oktober 1968
“… Betapa banyaknya ketidakadilan di dunia ini. Tidak hanya di Indonesia tapi juga dimana-mana di seluruh dunia… seolah-olah dunia ini adalah tumpukan sampah dari nafsu dan ketamakan manusia. Kadang-kadang saya berpikir apakah tidak lebih baik meledakkan dunia ini agar supaya semuanya berakhir. Tapi disamping semuanya itu kita juga melihat manusia-manusia yang bergulat untuk suatu cinta-cita. Sebagian dari mereka berhasil dan jadi orang terhormat Gandhi, Kennedy, tapi berjuta-juta tenggelam dalam ‘sampah-sampah’ dan hilang ditelan waktu… berapakah di antara mereka yang tetap bertahan dalam kegagalan? Saya tak tahu masa depan saya. Sebagai orang yang berhasil? Sebagai orang yang gagal terhadap cita-cita idealisme? Lalu tenggelam dalam waktu dan usia? Sebagai orang yang kecewa lalu mencoba menteror dunia? Atau sebagai seorang yang gagal tapi dengan penuh rasa bangga tetap memandang matahari yang terbit? Saya ingin mencoba mencintai semua dan bertahan dalam hidup ini…”

Salem, Selasa, 29 Oktober 1968
Saya mimpi tentang sebuah dunia,
Dimana ulama-buruh dan pemuda,
Bangkit dan brkata-Stop semua kemunafikan,
Stop semua pembunuhan atas nama apa pun

Dan para politisi di PBB,
Sibuk mengatur pengangkutan gandung, susu dan beras,
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua,
Dan lupa akan diplomasi,

Tak ada lagi rasa benci pada siapa pun,
Agama apapun, rasa apa pun, dan bangsa apa pun,
Dan melupakan perang dan kebencian,
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik,

Tuhan-saya mimpi tentang dunia tadi
Yang tak pernah akan dating

30-31 Mei- 1-2 Juni 1969
“… empat orang dari rombongan kecuali saya mengucapkan permohonan di Pucak Ciremai. Saya tak tahu apa. Kadang-kadang dalam suasana ini dipuncak gunung kita menjadi religious dan puitis.”

Jumat, 20 Juni 1969
“… dunia ini adalah dunia yang aneh. Dunia yang hijau tapi lucu. Dunia yang kotor tapi indah. Mungkin karena itulah saya lebih jatuh cinta dengan kehidupan. Dan saya akan mengisinya, membuat mimpi-mimpi yang indah dan membius diri saya dalam segala-galanya. Semua dengan kesadaran. Setelah itu rasanya menjadi lega.

Selasa, 15 Juli 1969
“… sisca ceritera-ceritera lelucon tentang arab, mesir, dan israil.
‘ente tahu enggak, sungai nil ane yang gali,’ kata si mesir
‘ ente juga tidak tahu, laut merah ane yang sepuh,’ kata arab
‘ya, tapi lu juga nggak tahu, laut mati gue yang bunuh,’ kata Israel.
Lelucon-lelucon membuat dunia tetap segar.”


untuk mendownload e-book "Catatan Seorang Demonstran", kumpulan catatan harian Soe Hok Gie, silakan download di bawah ini :


download




0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentar disini... :)